BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Sebelum kita membahas lebih jauh mengenai administrasi kependudukan terlebih dahulu harus di ketahui apa yang di maksud dengan admiistrasi. Pendapat mengenai administrasi dikemukan oleh Sondang P. Siagian mengemukakan “Administrasi adalah keseluruhan proses kerjasama antara 2 orang atau lebih yang didasarkan atas rasionalitas tertentu untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan sebelumnya (http://www.contohskripsitesis.com/backup/more_1.htm). Diakses pada tanggal 10 September 2009
Berdasarkan uraian dan definisi tersebut maka dapat diambil kesimpulan bahwa administrasi adalah seluruh kegiatan yang dilakukan melalui kerjasama dalam suatu organisasi berdasarkan rencana yang telah ditetapkan untuk mencapai tujuan.
Dengan demikian Pelayanan publik di bidang administrasi kependudukan merupakan salah satu tugas pelayanan publik yang dilaksanakan oleh pemerintah dalam rangka melayani masyarakat umum, yang meliputi tugas dan fungsi, mendaftarkan dan menertibkan KTP, Kartu Keluarga, serta berbagai Akta Catatan Sipil maupun pencatatan Mutasi dan pengelolaan Data Penduduk.
Pemerintah merupakan salah satu unsur utama dari sebuah negara kesejahteraan (welfare state) yang bertujuan menciptakan kesejahteraan bagi penduduknya. Untuk itulah maka diperlukan sinergitas antara kepentingan penduduk dengan kepentingan pemerintah. Salah satu bentuk sinergitas antara penduduk dan pemerintah adalah sinergitas dalam kebijakan kependudukan yang dimanifestasikan dalam bentuk peraturan perundang-undangan.
Pengaturan terhadap administrasi kependudukan merupakan masalah yang kompleks mengingat bahwa aspek ini melibatkan banyak instansi dan banyak kepentingan. Kebijakan dan implementasi administrasi kependudukan mencakup kegiatan pendaftaran kependudukan, pencatatan sipil dan pengelolaan informasi kependudukan baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah. Dalam prakteknya kebijakan dan implementasi administrasi kependudukan tersebut dipengaruhi oleh aspek landasan hukum, aspek kelembagaan dan sumber daya manusia, aspek penerapan teknologi dan sistem pelayanan, aspek registrasi, aspek demografis (kesadaran masyarakat), aspek pengolahan data penduduk.
saat ini pemerintah menetapkan kebijakan mengenai administrasi kependudukan berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan yang berlaku sejak 29 Desember 2006. Di dalam Pasal 7 UU ini disebutkan bahwa :
Pemerintah kabupaten/kota berkewajiban dan bertanggung jawab menyelenggarakan urusan Administrasi Kependudukan, yang dilakukan oleh bupati/walikota dengan kewenangan meliputi :
a. koordinasi penyelenggaraan Administrasi Kependudukan ;
b. pembentukan Instansi Pelaksana yang tugas dan fungsinya di bidang Administrasi Kependudukan ;
c. pengaturan teknis penyelenggaraan Administrasi Kependudukan sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan ;
d. pembinaan dan sosialisasi penyelenggaraan Administrasi Kependudukan ;
e. pelaksanaan kegiatan pelayanan masyarakat di bidang Administrasi Kependudukan ;
f. penugasan kepada desa untuk menyelenggarakan sebagian urusan Administrasi Kependudukan berdasarkan asas tugas pembantuan ;
g. pengelolaan dan penyajian Data kependudukan berskala kabupaten/kota ;
h. koordinasi pengawasan atas penyelenggaraan Administrasi Kependudukan ;
( sumber www.bpkp.go.id. 4-5) diakses pada tanggal 10 September 2009
Pelayanan di bidang administrasi kependudukan merupakan salah satu tugas pelayanan publik yang dilaksanakan oleh pemerintah dalam rangka melayani masyarakat umum, yang meliputi tugas dan fungsi, mendaftarkan dan menertibkan KTP, Kartu Keluarga, serta berbagai Akta Catatan Sipil maupun pencatatan Mutasi dan pengelolaan Data Penduduk.
Di Kota Bau-Bau tugas pelayanan administrasi publik menjadi tugas sekaligus merupakan kewenangan dari pemerintah daerah, yang diwakili oleh “Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil”. Sebagaimana diatur dalam UU No 32 tahun 2004, tentang Pemerintahan daerah, ”Kewenangan daerah mencakup kewenangan dalam seluruh bidang pemerintahan, kecuali kewenangan dalam bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter, dan fiskal, agama serta kewenangan bidang lain (storage.wartaegov.com/Regulasi/UU RI No. 32 Th 2004.) diakses pada tanggal 5 Nopember 2009
Pelayanan publik itu sendiri pada hakekatnya adalah pemberian pelayanan prima kepada masyarakat yang merupakan perwujudan kewajiban aparatur pemerintah sebagai abdi masyarakat. Namun kondisi yang terjadi di masyarakat menunjukkan bahwa pelayanan publik dalam bentuk pelayanan administrasi kependudukan khususnya dalam hal pembuatan Kartu Tanda Penduduk (KTP) belum sepenuhnya berjalan dengan baik dan masih ditemuinya hambatan.
Berdasarkan pengamatan awal yang dilakukan oleh penulis di lapangan, pelayanan pembuatan Kartu Tanda Penduduk (KTP) di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Bau-Bau berjalan kurang optimal yang dapat dilihat dari beberapa permasalahan, di antaranya yaitu seringkali Kartu Tanda Penduduk (KTP) selesai dengan waktu yang relatif lama Sehingga warga merasa enggan untuk mengurus sendiri dan lebih memilih mempergunakan jasa orang lain yang memiliki akses kedekatan dengan birokrasii, Memang mengenai waktu penyelesaikan Kartu Tanda Penduduk (KTP) tidak secara jelas diatur dalam peraturan perundangan namun waktu penyelesaian Kartu Tanda Penduduk (KTP) dari hasil pengamatan adalah seminggu, terhitung mulai dari RT hingga Kartu Tanda Penduduk (KTP) tersebut selesai di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil. Masyarakat yang sangat membutuhkan Kartu Tanda Penduduk (KTP) dalam waktu cepat guna keperluan tertentu sangat dirugikan dengan tidak terselesaikannya Kartu Tanda Penduduk (KTP) tepat pada waktunya tersebut.
Permasalahan yang lain yaitu banyaknya kesalahan-kesalahan Identitas yang tidak sesuai dengan biodata pengurus hal ini akibat Kurang optimalnya pelayanan pembuatan Kartu Tanda Penduduk (KTP) di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Bau-Bau
Berdasarkan pemaparan di atas diduga karena birokrasi pemerintahan yang dijalankan kurang profesional. Dampak dari apa yang ditunjukan oleh kinerja birokrasi tentu dirasakan langsung oleh masyarakat yang secara langsung mendapatkan pelayanan dari birokrasi pemerintahan. Padahal sejatinya apa yang dilakukan dalam upaya pembenahan birokrasi diarahkan bagi peningkatan pelayanan kepada publik.
Dengan demikian Aparatur Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil sebagai institusi pelayanan publik dituntut untuk memperbaiki dan senantiasa melakukan reformasi serta mengantisipasi perkembangan zaman yang terjadi dalam masyarakat. Oleh karena itu, komitmen untuk menciptakan good governance melalui pegawai yang professional, terlatih dan berprilaku positif disadari sepenuhnya oleh institusi pemerintah.
Berdasarkan latar belakang di atas peneliti tertarik untuk mengkaji suatu penelitian dengan judul “IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN DALAM MENINGKATKAN PELAYANAN KTP DI DINAS KEPENDUDUKAN DAN CATATAN SIPIL KOTA BAU-BAU
1.2. Identifikasi dan Rumusan Masalah
1.2.1. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka identifikasi masalah penelitian ini adalah :
1. Implementasi Kebijakan Penyelenggaraan Administrasi Kependudukan Dalam Meningkatkan Kualitas Pelayanan KTP Di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Bau-Bau di duga kurang optimal.
2. Belum optimalnya Kebijakan Penyelenggaraan Administrasi Kependudukan Dalam Meningkatkan Kualitas Pelayanan KTP Di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Bau-Bau adalah karena dalam Pelayanan Aparatur pada Dinas ini masih belum efektif dan masih belum mengenai sasaran serta memakan waktu lama , yang membutuhkan waktu 1 minggu bahkan sampai lebih
1.2..2. Rumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah diatas maka yang menjdi permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimana Implementasi Kebijakan tentang Penyelenggaraan Administrasi Kependudukan dalam meningkatkan kualitas pelayanan KTP di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Bau-Bau ?
2. Apakah kendala yang dihadapai dalam Implementasi Kebijakan tentang Penyelenggaraan Administrasi Kependudukan dalam meningkatkan kualitas pelayanan KTP di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Bau-Bau ?
1.3. Maksud dan Tujuan Penelitian
1.3.1. Maksud Penelitian
Maksud penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui Bagaimana Implementasi Kebijakan tentang Penyelenggaraan Administrasi Kependudukan dalam meningkatkan kualitas pelayanan KTP di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Bau-Bau
2. Untuk mengetahui kendala yang dihadapai dalam Implementasi Kebijakan tentang Penyelenggaraan Administrasi Kependudukan dalam meningkatkan kualitas pelayanan KTP di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Bau-Bau
1.3.2. Tujuan Penelitian
Tujuan Penelitian ini adalah:
1) Untuk mendeskripsikan Bagaimana Implementasi Kebijakan tentang Penyelenggaraan Administrasi Kependudukan Dalam meningkatkan kualitas pelayanan KTP di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Bau-Bau
2) Untuk mendeskripsikan kendala yang dihadapai dalam Implementasi Kebijakan tentang Penyelenggaraan Administrasi Kependudukan dalam meningkatkan kualitas pelayanan KTP di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Bau-Bau
1.4. Kegunaan Penelitian.
1.4.1. Kegunaan Teoritis
Secara Teoritis hasil penelitian ini daiharapkan dapat memperkaya pengembangan ilmu administrasi yang berhubungan dengan konsep-Imlementasi Kebijakan dan konsep pelayanan publik dalam penyelenggaraan otonomi daerah serta dapat memperkaya khasana ilmu pengetahuan khususnya yang berkaitan dengan kinerja organisasi Pemerintahan pada umum nya
1.4.2. Kegunaan Praktis
Secara Praktis penelitian ini dapat berguna kepada pengambil kebijakan dalam menemukan solusi yang bermanfaat khususnya pada Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil dalam Upaya melakukan pelayanan terbaik di masyarakat dan diharapkan dapat memperbaiki, meningkatkan kinerja aparatur Pemerintah di daerah sebagai salah satu wujud pelaksanaan Otonomi Daerah.
BAB. II
TINJAUAN PUSTAKA/PENDEKATAN MASALAH DAN POLA DESKRIPSI
2.1. Tinjauan pustaka / Pendekatan Masalah
2.1.1. Kebijakan Publik
Lingkup studi kebijakan publik sangat luas karena mencakup berbagai bidang dan sektor, seperti ekonomi, politik, sosial, budaya, hukum, dan sebagainya. Disamping itu dilihat dari hirarkinya kebijakan publik dapat bersifat nasional, regional maupun lokal, seperti undang-undang, peraturan pemerintah, peraturan presiden, peraturan menteri, peraturan pemerintah daerah provinsi, keputusan Gubernur, peraturan daerah kabupaten/kota, dan keputusan Bupati/Walikota.
Oleh karenanya dalam pembahasan ini peneliti menyajikan teori-teori kebijakan publik, hingga proses kebijakan publik. Karena hakekatnya Undang-Undang No 23 Tahun 2006 Tentang Penyelenggaraan Administrasi Kependudukan, merupakan salah satu bentuk dari kebijakan publik.
Anderson dalam Islamy (2001:4) mendefinisikan kebijakan sebagai serangkaian tindakan yang mempunyai tujuan tertentu yang diikuti dan dilaksanakan oleh seorang pelaku atau sekelompok pelaku guna memecahkan suatu masalah tertentu.
Mengacu pada pendapat di atas dapat dikatakan bahwa kebijakan itu adalah prosedur memformulasikan sesuatu berdasarkan aturan tertentu yang kemudian digunakan sebagai alat untuk memecahkan permasalahan dan mencapai suatu tujuan. Dalam setiap kebijakan pasti membutuhkan orang-orang sebagai perencana atau pelaksana kebijakan maupun objek dari kebijakan itu sendiri. Sebagaimana dijelasan Islamy (2001:5) kebijakan adalah suatu program kegiatan yang dipilih oleh seorang atau sekelompok orang dan dapat dilaksanakan serta berpengaruh terhadap sejumlah besar orang dalam rangka mencapai suatu tujuan tertentu
Hogwood dan Peters dalam Islamy menganggap ada sebuah proses linier pada sebuah kebijakan yaitu : policy innovation – policy succession – policy maintenance – policy termination. Policy innovation adalah saat di mana pemerintah beusaha memasukkan sebuah problem baru yang diambil dari hiruk pikuk kepentingan yang ada di masyarakat untuk kemudian dikonstruksi menjadi sebuah kebijakan yang relevan dengan konteks tersebut. Policy succession, setelah aspirasi itu ditangkap maka pemerintah akan mengganti kebijakan yang ada dengan kebijakan baru yang lebih baik. Policy maintenance adalah sebuah pengadaptasian atau penyesuaian kebijakan baru yang dibuat tersebut untuk keep the policy on track. Policy termination adalah saat dimana kebijakan yang ada tersebut dan dianggap sudah tidak sesuai lagi maka kebijakan tersebut dihentikan
Dalam konsep lainnya seorang pakar bernama Dunn, sumber
http://www.materikuliah.cn/category/skripsi/ diakses pada tanggal 10 September 2009 mengemukakan bahwa analisis kebijakan adalah suatu disiplin ilmu sosial terapan yang menggunakan berbagai macam metode penelitian dan argumen untuk menghasilkan dan memindahkan informasi yang relevan dengan kebijakan, sehingga dapat dimanfaatkan di tingkat politik dalam rangka memecahkan masalah-masalah kebijakan
2.1.2 Faktor yang Mempengaruhi Implementasi Kebijakan
Sebagaimana telah dibahas didalam konsep implementasi kebijakan, terdapat berbagai variabel yang saling terikat, berinteraksi dan mempengaruhi antara satu dengan yang lain. Keseluruhan variabel tersebut merupakan suatu rangkaian yang tidak terpisahkan dan dapat menjadi faktor pendorong (push factor) maupun faktor penekan (pull factor). Oleh sebab itu para pengambil kebijakan (policy maker) hendaknya menyadari akan substansi dari berbagai faktor tersebut sebelum kebijakan diformulasikan dan diimplementasikan.
Keberhasilan implementasi menurut Grindle sumber
http://www.materikuliah.cn/category/skripsi/, diakses pada tanggal 10 September 2009 dipengaruhi oleh dua variabel besar, yakni isi kebijakan (content of policy) dan lingkungan implementasi (context of implementation). Berdasarkan Merilee S. Grindle dalam Subarsono (2005:94) bahwa isi kebijakan (content of policy) terdiri dari kepentingan kelompok sasaran, tipe manfaat, derajad perubahan yang diinginkan, letak pengambilan keputusan, pelaksanaan program, dan sumber daya yang dilibatkan. Sementara lingkungan implementasi (context of implementation) mengandung unsur keleluasaan kepentingan dan strategi aktor yang terlibat, karakteristik lembaga dan penguasa, serta kepatuhan dan daya tanggap.
Teori lainnya yang tidak jauh berbeda dengan teori Merilee diatas ialah teori yang dikemukakan oleh Sabatier dan Mazmanian dalam putra (1987:51). Karena dalam teorinya mereka menjabarkan dua variabel yang mempengaruhi implementasi kebijakan yang hampir identik dengan teori Merilee. Variabel pertama yaitu variabel daya dukung peraturan yang mencakup instrumen yang memiliki keterlibatan langsung dalam mempengaruhi suatu kebijakan. Dan variabel kedua ialah variabel non peraturan yang mengandung unsur yang mirip dengan penjelasan mengenai lingkungan implementasi Merilee.
Variabel tambahan yang diuraikan oleh Sabatier dan Mazmanian adalah adanya karakteristik dari suatu masalah yang akan mempengaruhi implementasi kebijakan. Untuk itulah dipandang perlu untuk melakukan identifikasi masalah (problem identification), sebelum kebijakan diformulasikan. Karena dalam permasalahan sosial tertentu khususnya di masyarakat Indonesia yang heterogen, seni dalam mengolah kebijakan harus benar-benar diperhatikan. Tidak jarang suatu kebijakan yang ditujukan demi kemashlahatan justru menimbulkan konflik baru yang tidak diramalkan, diakibatkan para pengambil kebijakan gagal dalam meng-karakteristikkan suatu masalah.
Pemikiran Sabatier dan Mazmanian dalam Putra (2001:89) menganggap bahwa suatu implementasi akan efektif apabila birokrasi pelaksanaannya memenuhi apa yang telah digariskan oleh peraturan (petunjuk pelaksana maupun petunjuk teknis). Karena itu model top-down yang mereka kemukakan lebih dikenal dengan model top-down yang paling maju.
2.1.2. Pengertian Implementasi Kebijakan
Sebelum dilakukan pelayanan publik, tentunya akan dirumuskan kebijakan untuk mengatur teknis pelayanan tersebut kepada masyarakat pengguna (customers). Bagaimana agar kebijakan publik yang dirumuskan sesuai dengan yang diinginkan oleh masyarakat, adalah merupakan titik pangkal dari keberhasilan Pemerintah Daerah dalam menerima dan mengimplementasikannya. Kebijakan Publik menurut Kartasasmita, sumber
http://www.damandiri.or.id/detail.php?id=564 diakses pada tanggal 10 September 2009 adalah upaya untuk memahami dan mengartikan:
1) Apa yang dilakukan (atau tidak dilakukan) oleh pemerintah mengenai suatu masalah;
2) Apa yang menyebabkan atau yang mempengaruhinya
3) Apa pengaruh dan dampak dari kebijakan tersebut.
Hakekat dari implementasi merupakan rangkaian kegiatan yang terencana dan bertahap yang dilakukan oleh instansi pelaksana dengan didasarkan pada kebijakan yang telah ditetapkan oleh otoritas berwenang. Sebagaimana rumusan dari Daniel A. Mazmanian dan Paul A. Sabartier dalam Wahab, (2000:51) mengemukakan bahwa implementasi adalah pelaksanaan keputusan kebijaksanaan dasar, biasanya dalam bentuk Undang-Undang namun dapat pula berbentuk perintah-perintah atau keputusan-keputusan eksekutif yang penting atau keputusan badan peradilan. Lazimnya keputusan itu mengidentifikasikan masalah-masalah yang ingin dicapai dan berbagai cara untuk menstrukturkan proses implementasinya. Proses ini berlangsung setelah melalui sejumlah tahapan tertentu, biasanya diawali dengan tahapan pengesahan Undang-Undang kemudian output kebijakan dalam bentuk pelaksanaan keputusan oleh badan (instansi) pelaksana, dan akhirnya perbaikan-perbaikan penting terhadap Undang-Undang atau peraturan yang bersangkutan.
Berdasarkan pemahaman diatas konklusi dari implementasi jelas mengarah kepada pelaksanaan dari suatu keputusan yang dibuat oleh eksekutif. Tujuannya ialah untuk mengidentifikasi masalah yang terjadi sehingga tercipta rangkaian yang terstruktur dalam upaya penyelesaian masalah tersebut. Dalam konsep implementasi ini harus digaris-bawahi ada kata-kata “rangkaian terstruktur” yang memiliki makna bahwa dalam prosesnya implementasi pasti melibatkan berbagai komponen dan instrumen.
“Kompleksitas implementasi bukan saja ditunjukkan oleh banyaknya aktor atau unit organisasi yang terlibat, tetapi juga dikarenakan proses implementasi dipengaruhi oleh berbagai variabel yang kompleks, baik variabel yang individual maupun variabel organisasional, dan masing-masing variabel pengaruh tersebut juga saling berinteraksi satu sama lain, Subarsono (2006:89).
Untuk lebih mudah dalam memahami pengertian implementasi kebijakan Lineberry dalam Putra (2001:81) menspesifikasikan proses implementasi setidak-tidaknya memiliki elemen-elemen sebagai berikut :
1. Pembentukan unit organisasi baru dan staf pelaksana
2. Penjabaran tujuan ke dalam berbagai aturan pelaksana (standard operating procedures/SOP)
3. Koordinasi berbagai sumber dan pengeluaran kepada kelompok sasaran; pembagian tugas di dalam dan di antara dinas-dinas/badan pelaksana
4. Pengalokasian sumber-sumber untuk mencapai tujuan
Dengan demikian kebijakan hanyalah merupakan sebuah awal dan belum dapat dijadikan indikator dari keberhasilan pencapaian maksud dan tujuan. Proses yang jauh lebih esensial adalah pada tataran implementasi kebijakan yang ditetapkan. Karena kebijakan tidak lebih dari suatu perkiraan (forecasting) akan masa depan yang masih bersifat semu, abstrak dan konseptual. Namun ketika telah masuk di dalam tahapan implementasi dan terjadi interaksi antara berbagai faktor yang mempengaruhi kebijakan, barulah keberhasilan maupun ketidak-berhasilan kebjakan akan diketahui.
Bahkan Udoji dalam Wahab (1997:59) dengan tegas mengatakan “the execution of policies is as important if not more important that policy-making. Policies will remain dreams or blue prints file jackets unless they are implemented” (pelaksanaan kebijakan adalah sesuatu yang penting, bahkan mungkin jauh lebih penting dari pembuatan kebijakan. Kebijakan-kebijakan hanya akan berupa impian atau rencana yang bagus, yang tersimpan rapi dalam arsip kalau tidak diimplementasikan). Oleh karenanya ditarik suatu kesimpulan bahwa implementasi merupakan unsur yang sangat penting sebagai kontinuitas dari munculnya suatu kebijakan.
Demikian pula pendapat dikemukakan oleh Dye (1992:2) mengartikan:”public policy is whatever governments choose to or not to do”, kebijakan publik adalah apapun yang pemerintah pilih untuk melakukan atau tidak melakukan. Demikian pula menurut Edward III dan Sharkansky dalam Islamy (2001:18) yang mengemukakan:”what government say and to, or not to do. It is goals or purpose of government programs”. Kebijakna publik adalah apa yang pemerintah katakan dan dilakukan atau tidak dilakukan. Kebijakan Publik merupakan serangkaian tujuan dan sasaran dari program-program pemerintah.
Elemen yang terkandung dalam kebijakan publik, dikemukakan oleh Anderson dalam Islamy (2001:20-21) yang mencakup:
1. Kebijakan selalu mempunyai tujuan atau berorientasi pada tujuan tertentu
2. Kebijakan berisi tindakan atau pola tindakan pejabat-pejabat pemerintah
3. Kebijakan adalah apa yang benar-benar dilakukan oleh pemerintah dan bukan apa yang bermaksud akan dilakukan.
4. Kebijakan publik bersifat positif (merupakan tindakan pemerintah mengenai suatu masalah tertentu) dan bersifat negatif (keputusan pejabat pemerintah untuk tidak melakukan sesuatu)
5. Kebijakan publik (positif) selalu berdasarkan pada suatu peraturan perundangan tertentu yang bersifat memaksa (otoritatif).
Berdasarkan pengertian dan elemen yang terkandung dalam kebijakan sebagaimana disebutkan diatas maka kebijakan publik dibuat adalah dalam kerangka untuk memecahkan masalah dan untuk mencapai tujuan serta sasaran tertentu yang diinginkan. Kebijakan publik ini berkaitan dengan apa yang senyatanya dilakukan oleh pemerintah dan bukan sekedar apa yang ingin dilakukan (Wahab, 2000:13).
Kebijakan publik yang telah disahkan tidak akan bermanfaat apabila tidak diimplementasikan. Hal ini disebabkan karena implementasi kebijakan publik berusaha untuk mewujudkan kebijakan publik yang masih bersifat abstrak ke dalam realita nyata. Dengan kata lain pelaksanaan kebijakan publik berusaha menimbulkan hasil (outcome) yang dapat dinikmati terutama oleh kelompok sasaran (target groups)
Implmentasi kebijakan publik (public policy implementation) merupakan salah satu tahapan dari proses kebijakan publik. Implementasi Kebijakan Publik menurut kamus Webster dalam Wahab (2000:50) diartikan:”to provide the means for carrying out (menyediakan sarana untuk melaksnakan sesuatu), to give practical effect to ( menimbulkan dampak atau akibat terhadap sesuatu)”. Implementasi berarti menyediakan sarana untuk melaksnakan suatu kebijakan dan dapat menimbulkan dampak atau akibat terhadap sesuatu.
Implementasi Kebijakan Publik menurut Jones sumber http://www.damandiri.or.id/detail.php?id=564 diakses pada tanggal 10 September 2009 terdapat tiga macam aktivitas:
1) Organization; the estabilishment or rearrangment of resources, units, and methods for puting a policy into effect.
2) Intepretation; the translation of languege (often contained in a state) into acceptable and feasible plans and directives.
3) Application; the routine provision of service, payments, or other agree upon objectives or instruments.
Aktivitas pengorganisasian (Organization) merupakan suatu upaya menetapkan dan menata kembali sumber daya (resources), unit-unit (units) dan metode-metode (methods) yang mengarah pada upaya mewujudkan (merealisasikan kebijakan menjadi hasil (outcome) sesuai dengan apa yang menjadi tujuan dan sasaran kebijakan. Kemudian aktivitas intrepretasi (Intrepretation) merupakan aktivitas interpretasi substansi dari suatu kebijakan dalam bahasa yang lebih operasional dan mudah dipahami sehingga substansi kebijakan dapat dilaksnakan dan dapat diterima oleh para pelaku dan sasaran kebijakan. Sedangkan aktifitas aplikasi (application) merupakan aktivitas penyediaan pelayanan secara rutin, pembayaran atau lainnya sesuai dengan tujuan dan sarana kebijakan yang ada (routine provision of services, payment, or other agree upon objectives or instruments). Sehingga bisa disimpulkan bahwa implementasi adalah merupakan proses yang memerlukan tindakan-tindakan sistematis dari pengorganisasian, intreprestasi, dan aplikasi.
2.1.3. Proses Kebijakan Publik
Tahap Karakteristik
Perumusan Masalah : Memberikan informasi mengenai kondisi-kondisi yang menimbulkan masalah
Forecasting (Peramalan) : Memberikan informasi mengenai konsekuensi di masa mendatang dari diterapkannya alternatif kebijakan, termasuk apabila tidak membuat kebijakan
Rekomendasi Kebijakan : Memberikan informasi mengenai manfaat bersih dari setiap alternatif, dan merekomendasikan alternatif kebijakan yang memberikan manfaat bersih paling tinggi
Monitoring Kebijakan : Memberikan informasi mengenai konsekuensi sekarang dan masa lalu dari diterapkannya alternatif kebijakan termasuk kendala-kendalanya
Evaluasi Kebijakan : Memberikan informasi mengenai kinerja atau hasil dari suatu kebijakan
Subarsono http://www.damandiri.or.id/detail.php?id=564 diakses pada tanggal 10 September 2009
2.1.4. Pelayanan Publik
Menurut Wilkimedia Indonesia dari ensiklopedia bebas, pelayanan publik atau pelayanan umum dapat didefinisikan segala bentuk jasa pelayanan, baik dalam bentuk barang publik maupun jasa publik yang pada prinsipnya menjadi tanggung jawab dan dilaksanakan oleh instansi pemerintah dipusat, di Daerah dan dilingkungan BUMD, dalam rangka melaksanakan ketentuan Perundang-undangan
Sejalan dengan itu sesuai dengan keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara (MENPAN) nomor 63 tahun 2003 menyatakan bahwa pelayanan umum adalah segala bentuk pelayanan yang diberikan oleh pemerintah pusat, daerah, BUMD/BUMN, dalam rangka pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam pelaksanaan ketentuan Perundang-undangan
Berdasarkan organisasi yang menyelenggarakannya, pelayanan publik dapat dibedakan menjadi dua, yaitu :
1 Pelayanan Publik yang diselenggarakan oleh organisasi privat, adalah semua penyediaan barang atau jasa publiki yang diselenggarakan oleh awasta, seperti rumah sakit swasta, PTS, perusahaan pengengkutan milik swasta
2 Pelayanan Publik yang diselenggarakan oleh organisasi publik. Dapat dibedakan menjadi 2 :
a. Yang bersifat primer adalah semua penyediaan barang/jasa publik yang diselenggarakan oleh pemerintah yang didalamnya pemerintah merupakan satu-satunya penyelenggara dan pengguna/klien mau tidak mau harus memanfaatkannya, misalnya pelayanan dikantor imigrasi, pelayanan penjara dan pelayanan perizinan
b. Yang bersifat sekunder adalah segala bentuk penyediaan barang/jasa publik yang diselenggarakan oleh pemerintah tetapi didalamnya pengguna/klien tidak harus mempergunakannya karena adanya beberapa penyelenggara pelayanan.
2.1.5. Asas Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik
Berikut didefinisikan macam-macam asas penyelenggaraan :
a. Aasas Kepastian Hukum adalah adanya peraturan Perundang-undangan yang menjamin terselenggaranya pelayanan publik sesuai dengan kebutuhan dan rasa keadilan masyarakat .
b. Aasas Transparasi atau keterbukaan adalah salah satu asas yang terdapat dalam penyelenggaraan pelayanan publik, bahwa setiap penerima pelayanan dapat dengan mudah mengakses dan memperoleh informasi mengenai pelayanan yang diinginkan.
c. Asas Partisipatif, yaitu untuk mendorong peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan publik dengan memperhatikan aspirasi, kebutuhan dan harapan masyarakat.
d. Asas Akuntabilitas, bahwa proses penyelenggaraan pelayanan publik harus dapat dipertanggung jawabkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
e. Asas kepentingan umum, yaitu dalam pemberian pelayanan publik tidak boleh mengutamakan kepentingan pribadi dan atau golongan.
f. Asas profesionalisme, adalah aparat penyelenggara pelayanan harus memiliki kompetensi yang sesuai dengan bidang tugasnya.
g. Asas kesamaan hak, yang menjelaskan bahwa dalam pemberian pelayanan publik tidak diskriminatif dalam arti tidak membedakan suku, ras, agama, golongan, gender, dan status ekonomi,
h. Asas keseimbangan hak dan kewajiban, adalah pemenuhan hak harus sebanding dengan kewajiban yang harus dilaksanakan, baik oleh pemberi maupun penerima pelayanan.
i. Asas efisiensi, bahwa yang menentukan tingkat keberhasilan penyelenggaraan pelayanan publik dengan memperhatikan kebutuhan pelayanan yang sederhana, cepat dan murah, tidak memberikan pembebanan pembiayaan kepada masyarakat secara tidak wajar sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
j. Asas efektifitas, adalah orientasi penyelenggaraan pelayanan publik untuk mencapai penyelenggaraan pelayanan publik yang tepat sasaran dan memenuhi kebutuhan masyarakat sebagai pengguna pelayanan publik sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
k. Asas imparsial, yang menjelaskan tentang adanya pedoman dan arahan bagi penyelenggara pelayanan publik untuk bersikap netral, non disk kepentingan umum;
Asas Penyelenggaraan Pelayanan Publik Berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik di sebutkan bahwa asas pepalayan publik terdiri atas Asas Kepentingan umum, Asas kepastian hukum, Asas kesamaan hak, Asas keseimbangan hak dan kewajiban, Asas keprofesionalan, Asas partisipatif, Asas persarnaan perlakuan/ tidak diskriminatif, Asas keterbukaan, Asas akuntabilitas, Asas fasilitas dan perlakuan khusus bagi kelompok rentan, Asas ketepatan waktu dan Asas kecepatan, kemudahan, dan keterjangkauan.
Maka dengan demikian mengingat terbatasnya waktu penelitian ini, maka peneliti hanya memfokuskan penelitian pada Asas Umum pelayanan public seperti yang telah di jelaskan di atas
2.1.6. Permasalahan Pelayanan Publik
Menurut Ismail Mohamad (2002:4-5) dalam bukunya yang berjudul Pelayanan Publik Dalam Era Desentralisasi permasalahan umum pelayanan publik pada dasarnya adalah berkaitan dengan peningkatan kualitas pelayanan itu sendiri. Pelayanan yang berkualitas sangat tergantung pada berbagai aspek, yaitu bagaimana pola penyelenggaraannya (tata laksana), dukungan sumberdaya manusia, dan kelembagaan. Dilihat dari sisi pola penyelenggaraannya, pelayanan publik masih memiliki berbagai kelemahan antara lain :
a. Kurang responsif. Kondisi ini terjadi pada hampir semua tingkatan unsur pelayanan, mulai pada tingkat petugas pelayanan (front line) sampai dengan tingkat penanggung jawab instansi. Respon terhadap keluhan, aspirasi, maupun harapan masyarakat seringkali lambat atau bahkan diabaikan sama sekali
b. Kurang Informatif. Berbagai Informasi yang seharusnya di sampaikan kepada masyarakat, lambat atau bahkan tidak sampai kepada masyarakat
c. Kurang Accessible. Berbagai unit pelaksana pelayanan terletak jauh dari jangkauan masyarakat, sehingga menyulitkan bagi mereka yang memerlukan pelayanan tersebut
d. Kurang Koordinasi. Berbagai unit palayanan yang terkait satu dengan yang lain sangat kurang koordinasi. Akibatnya , sering terjadi tumpang tindih ataupun pertentangan kebijakan antara satu instansi pelayanan dengan instansi pelayanan yang lain yang terkait
e. Birokratis. Pelayanan (khusus pelayanan perizinan) pada umumnya dilakukan dengan memulai proses yang terdiri dari berbagai level, sehingga menyebabkan menyelesaian pelayanan yang terlalu lama. Dalam kaitan dengan penyelesaian masalah pelayanan, kemungkinan staf pelayanan untuk dapat menyelesaikan masalah sangat kecil, dan dilain pihak kemungkinan masyarakat untuk bertemu dengan penanggung jawab pelayanan, dalam rangka menyelesaikan masalah yang terjadi ketika pelayanan diberikan juga sangat sulit. Akibatnya, berbagai masalah pelayanan memerlukan waktu yang lama untuk diselesaikan
f. Kurang mau mendengar keluhan/saran/aspirasi masyarakat. Pada umumnya aparat pelayanan kurang memiliki kemauan untuk mendengar keluhan/saran/aspirasi dari masyarakat. Akibatnya, pelayanan dilaksanakan dengan apa adanya, tanpa ada perbaikan dari waktu ke waktu
b. Inefisien. Berbagai persyaratan yang diperlukan (khususnya dalam pelayanan perijinan) seringkali tidak relevan dengan pelayanan yang diberikan.
Dilihat dari sisi sumberdaya manusia, kelemahan utamanya adalah berkaitan dengan profesionalisme, kompetensi, empaty dan etika. Berbagai pandangan juga setuju bahwa salah satu unsur yang dipertimbangkan adalah masalah sistem kompensasi yang tepat. Dilihat dari sisi kelambagaan, kelemahan utama terletak pada desain organisasi yang tidak dirancang khusus dalam rangka pemberian pelayanan kepada masyarakat, Penuh dengan hirarki yang membuat pelayanan jadi berbelit-belit, dan tidak terkoordinasi. Kecenderungan untuk melaksanakan dua fungsi sekaligus, fungsi pengaturan dan fungsi penyelenggaraan, masih sangat kental dilakukan oleh pemerintah, yang juga menyebabkan pelayanan publik menjadi tidak efisien. (Ismil mohamad http://www.materikuliah.cn/category/skripsi/ ) diakses pada tanggal 10 September 2009
Sofian Effendi (1995) http://www.akademik.unsri.ac.id/download/journal/files/brapub/7Budaya%20Birokrasi%20Pelayanan%20Publik-Agus%20Suryono.pdf di akses pada tanggal 10 september 2009
menyebutkan beberapa faktor lagi yang menyebabkan rendahnya kualitas pelayanan publik (di Indonesia) antara lain adanya:
a. Konteks monopolistik, dalam hal ini karena tidak adanya kompetisi dari penyelenggara pelayanan publik non pemerintah, tidak ada dorongan yang kuat untuk meningkatkan jumlah, kualitas maupun pemerataan pelayanan tersebut oleh pemerintah
b. Tekanan dari lingkungan, dimana faktor lingkungan amat mempengaruhi kinerja organisasi pelayanan dalam transaksi dan interaksinya antara lingkungan dengan organisasi publik
c. Budaya patrimonial, dimana budaya organisasi penyelenggara pelayanan publik di Indonesia masih banyak terikat oleh tradisi-tradisi politik dan budaya masyarakat setempat yang seringkali tidak kondusif dan melanggar peraturan-peraturan yang telah ditentukan.
2.1.7. Pemerintah
Pemerintah adalah organisasi yang memiliki kekuasaan untuk membuat dan menerapkan hukum serta undang-undang diwilayah tertentu. Pemerintah menurut kamus besar Bahasa Indonesia (Tim Penyusunan kamus Pusat Pembinaan dan Pengambangan Bahasa:1990) adalah segala urusan yang dilakukan oleh Negara dalam menyelenggarakan kesejahteraan masyarakat dan kepentingan Negara
Ada tujuh tugas pokok Pemerintah di Bidang Pelayanan :
1. Menjamin keamanan Negara dari segala kemungkinan serangan dari luar, dan menjaga agar tidak terjadi pemberontakan dari dalam yang menggulingkan pemerintahan yang sah dengan cara kekerasan
2. Memelihara ketertiban dengan mencegah terjadinya ngontok-ngontoksn di antara warga masyarakat, menjamin agar perubahan apapun yang terjadi dalam masyarakat dapat berlangsung secara damai
3. Menjamin diterapkannya perlakuan yang adil pada setiap warga masyarakat tanpa membedakan status mereka
4. Melakukan pekerjaan umum dan memberi pelayanan dalam bidang-bidang yang tidak mungkin dikerjakan oleh Lembaga Non Pemerintahan, atau yang akan lebih baik jika dikerjakan Pemerintahan
5. Melakukan upaya-upaya untuk meningkatkan kesejahteraan Sosial, membantu orang miskin dan memelihara orang cacat, jompo dan anak terlantar, menampung serta menyalurkan para gelandangan kesektor kegiatan yang produktif
6. Menerapkan kebijakan ekonomi yang menguntungkan masyarakat luas seperti mengendalikan laju inflasi, mendorong penciptaan lapangan pekerjaan dan lain-lain
7. Menerapkan kebijakan untuk pemeliharaan SDA dan Lingkungan hidup seperti air, tanah dan hutan.
( Ryaas Rasyid, http://www.contohskripsitesis.com/backup/more_1.htm ) diakses pada tanggal 10 September 2009
Ada tiga Paradigma Pemerintahan yitu :
1. Pemerintah sebagai a ruling process yang ditandai oleh ketergantungan Pemerintah dan masyarakat kepada kapasitas kepemimpinan seseorang. Dalam proses ini, kepribadian seorang pemimpin mendominasi hampir seluruh interaksi kekuasaan
2. Pemerintahan sebagai a governing process, yang ditandai oleh praktek Perintahan yang berdasarkan pada consensus-konsensus atis antara Pemimpin dan masyarakat. Pemerintah dijalankan berdasarkan kesepakatan yang terbentuk malalui diskusi dan wacana yang berlangsung dalam ruang public
3. Pemerintah sebagai an administering process, yang ditandai oleh terbangunnya suatu sistim hukum yang kuat dan kimrehensif, malalui nama seluruh interaksi kakuasaan dikendalikan oleh suatu sistim administrasi yang bekerja secara tertip dan teratur.
( Ryaas Rasyid, http://www.contohskripsitesis.com/backup/more_1.htm ) diakses
pada tanggal 10 September 2009
2.1.8. Konsep Pelayanan Prima
Untuk mengedepankan peran Pemerintah dalam menyelenggarakan pelayanan Publik sebagai konsekwensi logis dari adanya kepentingan public, maka pemerintah perlu menetapkan kebijakan-kebijakan public yang mengarah pada kebiasaan masyarakat terhadap pelayanan public yang diselenggarakan oleh Pemerintah
Upaya Pemerintah untuk memberikan pelayanan public yang optimal menjadi sangat penting untuk dilakukan pelayanan public harus memperoleh perhatian dan pengamanan yang sungguh-sungguh, karena merupakan tugas dan fungsi yang melekat pada setiap aparatur Pemerintah. Tingkat kualitas kinerja pelayanan public memiliki implikasi yang luas dalam berbagai aspek kehidupan, terutama untuk mancapai tingkat kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu upaya penyempurnaan palayanan public harus dilakukan secara terus menerus, berkesinambungn dan dilakukan oleh jajaran Pemerintah ( ensiklopedia bebas, Wikipedia Indonesia ) diakses pada tanggal 5 Nopember 2009
Selama ini, umumnya masyarakat mengkonotasikan pelayanan yang diberikan oleh aparatur Pemerintah kepada masyarakat cenderung kurang bahkan tidak berkualitas. Hal ini dapat dilihat dari masih banyaknya keluhan yang disampaikan masyarakat kepada Aparatus Pemerintah yang memberikan layanan kepada masyarakat
Salah satu keluhan yang sering didengar dari masyarakat yang berhubungan dengan aparatur Pemerintah karena sesuatu urusan adalah selai berbelit-belit akibat birokrasi yang kaku, juga perilaku oknum aparatur yang memberikan layanan kepada masyarakat kadang kala kurang bersahabat sehingga tidak kurang terjadi perang mulut dan bahkan kadang kala hingga kefisik dan tidak dapat terhindarkan oleh oknum aparat dengan oknum masyarakat yang merasa dirugikan. Realita yang demikian ini, memerlukan keperdulian dari kalangan aparatur, sehingga dalam memberikan layanan kepada masyarakat benar-benar prima. Keprimaan ini pada gilirannya akan mandapatkan pengakuan atas kualitas pelayanan yang datang dari masyarakat itu sendiri. Untuk itu perlu dikaji secara mandalam tantang kategori pelayanan yang memuaskan masyarakat pelangan agar sesui dengan perubahan masyarakat yang cenderung tak terhindarkan. Perubahan masyarakat bias terjadi entah secara revolusioner atau evolusioner. ( Triatmojo : www.edukasi.com ) diakses pada tanggal 15 September 2009
Menurut pengertian sederhananya, pelayanan prima adalah pelayanan permute. Lebih jauh lagi hakekat dari layanan umum yang prima adalah berupaya sebagai berikut :
a. Meningkatkan mutu dan produktivitas pelaksanaan tugas dan fungsi Instansi Pemerintah di Bidang Pelayanan Umum
b. Mendorong upaya mengefektifkan sistim dan tata laksana pelayanan, sehingga palayanan umum dapat diselenggarakan secara lebih berdaya guna dan berhasil guna (efektif dan efisien)
c. Mendorong timbulnya kreatifitas, Prakarsa dan peran serta masyarakat luas
Menurut Wilkimedia Indonesia dari ensiklopedia bebas pelayanan prima merupakan terjemahan dari istila Excellent service, yang secara harafiah berarti pelayanan yang sangat baik atau pelayanan terbaik. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pelayanan prima antara lain :
1. Pelayanan prima baru adalah apabila ada palayanan standar
2. Pelayanan prima adalah pelayanan yang memuaskan pelanggan
3. Untuk istilah yang sudah mempunyai standar pelayanan, maka pelayanan prima adalah palayanan yang sesuai dengan standarnya
4. Untuk Instansi yang belum memiliki standar pelayanan, maka pelayanan prima adalah pelayanan yang dianggap terbaik oleh Instansia yang bersangkutan, tetapi harus dilanjutkan dengan menusun standar palayanan dan mamuaskan pelanggan
Dengan demikian maka pelayanan prima adalah palayanan yang sesuai dengan standar pelayanan dan memuaskan pelanggan
Dalam melakukan pelayanan prima, terdapat panduan buku yang dijadikan sebagai standarisasi pelayanan kepada masyarakat, diantaranya adalah dengan menciptakan citra positif dimata pelanggan. Ini dilakukan dengan menempuh sejumlah langkah-langkah yang dapat menjadi modal dalam pelayanan-pelayanan yang diberikan dalam memenuhi kebutuhan masyarakat. Terdapat beberapa prinsip dasar yang biasa digunakan dalam melayani, diantaranya membangun citra diri positif, berusaha mengerti dahulu, baru dimengerti dan mengenal karakter pelanggan
Dalam aktifitas pelayanan kepada masyarakat, pelayanan prima berwujud sebagai berikut yaitu berfokus pada pelanggan, Obsesi kepada mutu, Pendekatan Ilmiah, Komitmen jangka panjang, Kerjasama tim, Perbaikan sistim secara berkesinambungan, Pendidikan dan pelatihan
Secara subyektyif, pelayanan prima diwujudkan sebagai berikut yaitu Ramah, Sopan dan panuh hormat, Yakin, Rapi, Ceria, Memaafkan, Bergaul, Belajar dari orang lain, Berorientasi pada kewajaran, Menyenangkan orang lain
Sesuai keputusan MENPAN No.63/2003, untuk mendukung terselenggaranya pelayanan umum yang prima, pelayanan umum tersebut harus dilaksanakan dalam satu rangkaian kegiatan terpadu yang mencakup aspek-aspek Kesederhanaan, Kejelasan, Kepastian waktu, Akurasi, Keamanan, Tanggung Jawab, Kelengkapan sarana dan Prasarana, Kemudahan akses, Kedisiplinan, kesopanan dan keramahan, Kenyamanan
2.2. Pola Deskripsi
Furchan (http://www.damandiri.or.id/detail.php?id=252) diakses pada tanggal 20 September 2009 menjelaskan bahwa Pola deskriptif adalah penelitian yang dirancang untuk memperoleh informasi tentang status suatu gejala saat penelitian dilakukan.
Berdasarkan uraian diatas penulis mengidentifikasi bahwa Implementasi Kebijakan Publik No. 23 Tahun 2006 tentang Penyelenggaraan Administrasi Kependudukan Dalam Rangka Meningkatkan Kualitas Pelayanan KTP Di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Bau-Bau belum optimal, yang dapat dilihat dari beberapa permasalahan, di antaranya yaitu seringkali Kartu Tanda Penduduk (KTP) selesai dengan waktu yang relatif lama Sehingga warga merasa enggan untuk mengurus sendiri dan lebih memilih mempergunakan jasa orang lain yang memiliki akses kedekatan dengan birokrasii, Permasalahan yang lain yaitu banyaknya kesalahan-kesalahan Identitas yang tidak sesuai dengan biodata pengurus. hal ini akibat Kurang optimalnya pelayanan pembuatan Kartu Tanda Penduduk (KTP) di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Bau-Bau
Adapun kendala Permasalahan tersebut muncul diduga karena birokrasi pemerintahan Kota Bau-Bau kurang cakap dalam menerapkan keahliannya sebagai suatu alat birokrasi yang seharusnya menerapkan prinsip efektivitas dalam pelayanannya serta kurangnya tanggung jawab yang dimiliki oleh aparatur pemerintahan di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Bau-Bau. Selain itu, warga kurang begitu mengetahui tentang prosedur yang harus dijalani dalam membuat Kartu Tanda Penduduk (KTP) di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil karna sosialisasi yang kurang tentang pelaksanaan prosedur yang benar yang harus dijalani dalam mendapatkan layanan pemerintah, khususnya dalam pembuatan Kartu Tanda Penduduk (KTP).
Kerangka Pikir
UUD 1945
UU NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG
PEMERINTAHAN DAERAH
UU NO 23 TAHUN 2006
TENTANG ADMINISTRASI
KEPENDUDUKAN
Implementasi kebijakan publik
Menurut kamus weber dalam wahab (2000:50) diartika
1. to provide the means for carrying out
(menyediakan sarana untuk melaksnakan sesuatu),
2. to give practical effect to
( menimbulkan dampak atau akibat terhadap sesuatu)”.
Asas Penyelenggaran Pelayanan Publik
1. Asas Kepastian Hukum
2. Asas Keterbukaan
3. Asas Partisipatif
4. Asas Akuntabilitas,
5. Asas kepentingan umum,
6. Asas profesionalisme,
7. Asas kesamaan hak,
8. Asas keseimbangan hak dan kewajiban,
9. Asas efisiensi,
10. Asas efektifitas,
11. Asas imparsial,
Kendala-kendala pelayanan publik :
1. Kendala Internal Menurut Ismail Mohamad
a Kurang responsif.
b Kurang Informatif.
c Kurang Accessible.
d Kurang Koordinasi.
e Birokratis.
f Kurang mau mendengar keluhan/saran/aspirasi masyarakat
g Inefisien
2. Kendala Eksternal Menurut Sofian Effendi
a. Konteks monopolistic
b. Tekanan dari lingkungan
c. Budaya patrimonial,
BAB. III
METODE PENELITIAN
3.1. Desain Penelitian
Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan metode deskriptif kualitatif. Metode deskriptif adalah penelitian yang dilakukan dengan menjelaskan atau menggambarkan variabel masa lalu dan sekarang. (Arikunto, http://www.damandiri.or.id/detail.php?id=252) diakses pada tanggal 20 September 2009
Penulis menggunakan metode deskriptif dimaksudkan agar memperoleh gambaran dan data secara sistematis tentang berbagai hal yang berkaitan erat Penyelenggaraan Administrasi Kependudukan Dalam Rangka Meningkatkan Kualitas Pelayanan KTP Di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Bau-Bau serta kendala-kendala yang dihadapi dalam implementasi Kebijakan Penyelenggaraan Administrasi Kependudukan dalam meningkatkan kualitas pelayanan Kartu Tanda Penduduk (KTP)
3.2. Variabel Penelitian
Fariabel penelitian ini yakni implementasi Kebijakan Penyelenggaraan Administrasi Kependudukan sebagai variabel bebas sedangkan meningkatkan kualitas pelayanan Kartu Tanda Penduduk (KTP) sebagai fariabel terikat
3.3. Devenisi Operasional dan Operasional Variabel
3.3.1. Defenisi Operasional
b. Implementasi Kebijakan Publik
Implementasi Kebijakan Publik menurut kamus Webster dalam Wahab (2000:50) diartikan:”to provide the means for carrying out (menyediakan sarana untuk melaksnakan sesuatu), to give practical effect to ( menimbulkan dampak atau akibat terhadap sesuatu)”. Implementasi berarti menyediakan sarana untuk melaksnakan suatu kebijakan dan dapat menimbulkan dampak atau akibat terhadap sesuatu.
c. Penyelenggaraan administrasi kependudukan adalah kegiatan pendaftaran kependudukan, pencatatan sipil dan pengelolaan informasi kependudukan baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah.
d. Pelayanan Kartu Tanda Penduduk adalah Pelayanan Publik dalam bentuk pelayanan Administrasi Kependudukan dalam hal ini pemberian pelayanan prima kepada masyarakat yang merupakan perwujudan kewajiban aparatur pemerintah sebagai abdi masyarakat.
e. Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Bau-Bau adalah merupakan salah satu SKPD yang dibentuk sebagai pelayan masyarakat dalam mengelola Kependudukan dan Pencatatan Sipil dan berkosentrasi pada tugas-tugas teknis operasional dan pemberian pelayanan pada masyarakat sebagai pelayan public
3.3.2. Operasional Variabel
KONSEP VARIABEL YANG DITELITI
Asas Penyelenggaraan Pelayanan Publik 1 Asas Kepastian Hukum
2 Asas Keterbukaan
3 Asas Partisipatif
4 Asas Akuntabilitas,
5 Asas kepentingan umum,
6 Asas profesionalisme,
7 Asas kesamaan hak,
8 Asas keseimbangan hak dan kewajiban,
9 Asas efisiensi,
10 Asas efektifitas,
11 Asas imparsial,
Kendala-kendala pelayanan publik :
1 Kendala Internal
a. Kurang responsif.
b. Kurang Informatif.
c. Kurang Accessible.
d. Kurang Koordinasi.
e. Birokratis.
f. Kurang mau mendengar. keluhan/saran/aspirasi masyarakat
g. Inefisien
2. Kendala Eksternal
a. Konteks monopolistic
b. Tekanan dari lingkungan
c. Budaya patrimonial,
3.4. Bentuk Data dan Cara Menentukannya
Berdasarkan teknik pengumpulan data dalam penelitian ini, peneliti mengumpulkan data yang terdiri data Primer dan Data Sekunder. Data primer Adalah data yang diperoleh langsung dari sumbernya, diamati dan dicatat pertama kalinya
Marzuki, ( http://www.damandiri.or.id/file/suwandiunair.pdf ) diakses pada tanggal 10 September 2009 data primer pada umumnya adalah data dianggap bersangkuta dengan Implementasi Kebijakan Publik dalam pelayanan Administrasi Kependudukan serta kendala-kendala yang dihadapai dalam administrasi kependudukan. Data sekunder Adalah data yang bukan diusahakan sendiri pengumpulannya oleh peneliti. Misalnya biro statistik, majalah, keterangan-keterangan atau publikasi lainnya. Marzuki, ( http://www.damandiri.or.id/file/suwandiunair.pdf ). diakses pada tanggal 10 September 2009 Data sekunder pada umumnya dikumpulkan dari para Pegawai, dan Para pejabat fungsional, lebih khusus pada Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil mengenai hal-hal yang dianggap bersangkuta dengan Implementasi Kebijakan Publik dalam pelayanan Administrasi Kependudukan serta kendala-kendala yang dihadapai dalam administrasi kependudukan.
3.5. Teknik Pengumpulan Data
Berdasarkan Bentuk data dan cara penentuannya data penelitian ini diperoleh dari 3 (tiga ) bentuk yaitu :
1. Observasi (pengamatan)
Adalah cara pengumpulan data dengan melakukan pengamatan secara langsung dan pencatatan secara sistematis terhadap gejala atau fenomena yang diselidiki Marzuki, ( http://www.damandiri.or.id/file/suwandiunair.pdf ) diakses pada tanggal 10 September 2009. Metode ini penulis lakukan dengan cara meninjau langsung Implementasi Kebijakan tentang Administrasi Kependudukan dalam meningkatkan Pelayanan Kartu Tanda Penduduk Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Bau-Bau.
2. Metode Wawancara
Wawancara merupakan cara pengumpulan data dengan jalan tanya jawab sepihak yang dikerjakan dengan sistematik dan berlandaskan kepada tujuan penelitian Marzuki, ( http://www.damandiri.or.id/file/suwandiunair.pdf ) diakses pada tanggal 10 September 2009. Dalam hal ini penulis bertanya kepada pegawai yang terlibat dalam penyelenggaraan Administrasi Kependudukan dengan menggunakan pedoman wawancara
3. Document Research (penelitian kepustakaan)
Menurut Sugiyono
( http://www.damandiri.or.id/file/suwandiunair.pdf ) diakses pada tanggal 10 September 2009 dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya monumental dari seseorang. Dokumen yang berbentuk tulisan misalnya catatan harian, sejarah kehidupan (life histories), ceritera, biografi, peraturan, kebijakan. Dokumen yang berbentuk gambar, misalnya foto, gambar hidup, sketsa dan lain-lain. Adapun dokumen yang dibutuhkan melelui studi kepustakaan ini adalah hal-hal yang bersangkutan dengan pelaksanaan Implementasi Kebijakan tentang Administrasi Kependudukan dalam meningkatkan Pelayanan Kartu Tanda Penduduk serta kendala-kendala dalam pelaksanaan Implementasi Kebijakan tentang Adminisrasi Kependudukan di dinas Kependudukan dan Catatan Sipil
Adapun Cara penentuannya penelitian ini pertama-tama peneliti Melakukan Obserfasi ketempat penelitian dan dilanjutkan dengan melakukan wawancara terhadap responden dengan menggunakan tehnik Sampling Aksidental, yang merupakan tehnik penentuan sample secara kebetulan, yaitu siapa saja yang secara kebetulan bertemu dengan peneliti dapat digunakan sebagai sampel, bila dipandang orang yang kebetulan ditemui itu cocok sebagai sumber data hingga penelitian benar-benar dianggap. serta dilakukan pengumpulan dokumen-dokumen yang bersangkutan dengan penelitian guna tercapainya hasil yang sesuai dan falit
3.6. Teknik Analisis Data
Metode ini menggunakan teknik analisis data yang dikembangkan oleh linclon dan Guba Moleong
(http://www.contohskripsitesis.com/backup/more_1.htm) diakses pada tanggal 10 September 2009 yang terdidi dari empat kegiatan yang dilakukan dari awal hingga selesainya kegiatan yaitu :
a. Pengumpulan data yaitu yang dilakukan melalui observasi atau wawancara lalu dilakukan pencatatan dan pengetikan serta penyuntingan seperlunya
b. Reduksi yakni mengadakan pemilahan terhadap data yang ada, mempertajam data analisis, meringkas serta membuang data yang tidak diperlukan
c. Menyediakan data yakni menyediakan data serta menyederhanakan data yang telah diperoleh agar dapat memudahkan penelitian dalam penarikan kesimpulan
d. Penarikan kesimpulan yakni melakukan verifikasi dengan meninjau ulang catatan atau data yang diperoleh serta menganalisis sebab akibat termasuk bertukar pikiran dengan teman-teman sejawat dan masyarakat dan kemudian mengambil kesimpulan
3.7. Lokasi dan Jdwal Penelitian
3.7.1. Lokasi Penelitian
Berdasarkan topik yang dikaji, maka lokasi penelitian ini ditetapkan pada Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Bau-Bau. Dalam penentuan lokasi penelitian, ada beberapa faktor yang dipertimbangkan oleh peneliti, terutama berkaitan dengan substansi dari lokasi penelitian dengan permasalahan yang diangkat dalam penelitian.
Secara lengkap pemilihan Kantor tersebut sebagai lokasi pelayanan disebabkan oleh beberapa sebab, yaitu :
a. Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Bau-Bau merupakan salah satu instansi pelaksana dari Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan
b. Data yang diperlukan dalam penelitian ini dapat diperoleh dengan mudah di Kantor yang akan menjadi lokasi penelitian.
c. Adanya kendala atau permasalahan yang muncul diduga karena birokrasi pemerintahan sehingga peneliti tertarik untuk melakukan penelitian untuk mengetahui sejauhmana permasalahan yang terjadi pada Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Bau-Bau
3.7.2. Jadwal Penelitian
Penelitian merupakan serangkaian kegiatan yang memerlukan penjadwalan dalam pelaksanaannya. Tujuan penjadwalan adalah untuk mengefisiensikan waktu dan merencanakan langkah-langkah yang akan dilaksanakan selama proses penelitian. Untuk lebih jelas, berikut ini disajikan tabel mengenai jadwal penelitian :
Tabel Jadwal Kegiatan Penelitian
TAHAPAN KEGIATAN
PENELITIAN BULAN
JUN JUL AGS SEP OKT NOV DES
PERSIAPAN AWAL Pengajuan pra proposal penelitian x x
Penyusunan outline dan proposal penelitian x
Konsultasi dan perbaikan x
Persetujuan proposal x
Seminar Proposal x
Perbaikan X
PENELITIAN Pengumpulan data X
Pengolahan data X
Penyusunan hasil penelitian X
PELAPORAN Seminar Hasil Penelitian X
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian
4.1.1. Gambaran Umum Wilayah Penelitian
Secara Geografis Kota Bau-Bau terletak di bagian selatan Provinsi Sulewesi Tenggara, dengan posisi koordinat sekitar 05°15’ hingga 05°32’ Lintang Selatan dan 122°30’ sampai 122°46’ Bujur Timur. Kota Bau-Bau berada di Pulau Buton, dan tepat terletak di Selatan Buton (Gambar 1), dengan pelabuhan utama menghadap ke arah Utara. Dikawasan selat ini aktivitas lalulintas perairan baik Nasional, Regional maupun Lokal sangat insentif. Berdasarkan rencana detail Tata Ruang Kota Bau-Bau, wilayah kota Bau-Bau meliputi luasan total ( daratan dan perairan ) adalah sekitar 28.060,10 ha. Daerah Kota Bau-Bau terdiri atas empat (4) kecamatan namun sejak tahun 2006 sudah dibentuk menjadi 6 Kecamatan dengan luas wilayah 221,00 Km² dengan luas tiap kecamatan yaitu Kecamatan Betoambari 27,89 Km², Kecamatan Murhum8,45 Km², Kecamatan Wolio 17,33 Km², Kacamatan Kokalukuna 9,44 Km², Kecamatan Sorawolio 83,25 Km² dan Kecamatan Bungi baru terbentuk tahun 2008. Secara fisik Wilayah Kota Bau-Bau meliputi batas-batas (Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2001) :
o Sebelah Utara Berbatasan dengan Kecamatan Kapontori
o Sebelah Timur Berbatasan dengan Kecamatan Pasarwajo
o Sebelah Selatan Berbatasan dengan Kecamatan Batauga
o Sebelah Barat Berbatasan dengan Selat Buton
Awalnya, Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil masih bergabung dalam Badan Keluarga Berencana dan Catatan Sipil, namun berdasarkan Perda No. 2/2008 tentang Tata Kerja Dinas Daerah Kota Bau-Bau, maka Badan Keluarga Berencana dan Catatan Sipil kemudian dipisahkan, menjadi Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil . Pemisahan ini kemudian ditindak lanjuti dengan pelantikan pegawai, sehingga dilantik Pejabat Eselon II, III, dan IV, Tindak lanjut dari PP no. 1/2007 tentang pedoman organisasi Perangkat Daerah.
Jumlah Pegawai pada Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Hingga Selesainya Penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Pegawai Eselon II : 1 (satu) orang
2. Pegawai Eselon III : 4 (empat) orang
3. Pegawai Eselon IV : 6 (enam) orang
4. Staf : 3 (tiga) orang
5. Pegawai Kontrak (PTT) : 10 (sepuluh) orang
4.1.2. VISI DAN MISI DINAS KEPENDUDUKANA DAN CATATAN SIPIL KOTA BAU-BAU 2009-2013
A.1. VISI :
“ menjadikan pelayanan yang berkualitas untuk mewujudkan tertib adminstrasi kependudukan dan pencatatan sipil 2013 menuju kota bau-bau sebagai kota budaya yang produktif dan nyaman melalui optimalisasi sumber daya lokal secara profesional dan amanah menuju masyarakat sejahtera, bermartabat dan reliji dalam bingkai pembangunan yang berkelanjutan serta berwawasan kependudukan dan pencatatan sipil ”
Visi tersebut diatas disusun atas dasar komitmen bersama dinas kependudukan dan catatan sipil kota bau-bau setelah melalui pengkajian dan perumusan dengan pandangan jauh kedepan yang hendak diwujudkan dalam kurun waktu 5 (lima) tahun kedepan dengan memperhatikan dan mempertimbangkan semua aspek yang menjadi tugas dan tangguang jawab dinas.
Sebagaimana diketahui bahwa pada umumnya tugas-tugas dinas kependudukan dan catatn sipil kota bau-bau lebih terkosentrasi pada tugas-tugas teknis operasional dan pemberian pelayanan pada masyarakat sebagai pelayanan publik.
A.2. MISI :
Berdasarkan makna dari visi tersebut maka di tetapkan misi sebagai berikut:
a. Meningkatkan sarana dan prasarana serta mengembangkan kinerja kelembagaan dalam pengelolaan kependudukan dan pencatatan sipil di kota bau-bau.
b. Meningkatkan kualitas SDM Aparatur dinas kependudukan dan pencatatan sipil kota bau-bau.
c. Meningkatkan kualitas pelayanan administrasi pendaftaran penduduk melalui penertiban nomor induk kependudukan (NIK) dan pencetakan kartu keluarga (KK),kartu tanda penduduk (KTP) dan dokumen mutasi penduduk.
d. Meningkatkan kualitas pelayanan administrasi pencatatan sipil melalui penertiban dan percetakan akta-akta catatan sipil (Akta kelahiran, akta pengangkatan anak, akta perkawinan non muslim, akta perceraian non muslim dan akta kematian)
e. Menerapkan sitem administrasi kependudukan (SAK)dan sistem informasi administrasi kependudukan(SIAK)untuk mewujudkan tertib administrasi kependudukan dan pencatatan sipil di kota Bau-Bau.
f. Menyiapkan data base kependudukan dan pencatatan sipil melalui aplikasi SIAK secara lengkap, akurat, mutahir serta akuntabel.
4.1.3. TUJUAN DINAS KEPENDUDUKANA DAN CATATAN SIPIL KOTA BAU-BAU
Dalam mengimplementasikan Misi Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Bau-Bau dapat di sebutkan beberapa tujuan adalah sebagai berikut :
1. Tersedianya sarana dan prasarana yang memadai
2. Tersedianya SDM aparatur Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Bau-Bau yang berkualitas
3. Meningkatnya kualitas pelayanan Administrasi Pendaftaran Penduduk melalui penertiban Nomor Induk Kependudukan (NIK) dan pencetakan Kartu Keluarga (KK), Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan Dokumen Mutasi Penduduk
4. Meningkatnya kualitas pelayanan Administrasi Pencatatan Sipil melalui penertiban dan pencetakan Akta-akta Catatan Sipil (Akta kelahiran, Akta pencatatan anak, Akta perkawinan non muslim, Akta perceraian non muslim, dan Akta kematian)
5. Berfungsinya sistim administrasi Kependudukan dan sistim informasi administrasi kependudukan untuk mewujudkan tertip administrasi Kependudukan dan Pencatatan Sipil di Kota Bau-Bau
6. Tersedianya Data Base Kependudukan dan pencatatan sipil melalui aplikasi Sistim Informasi Administrasi Kependudukan secara lengkap, akurat, mutahir serta akuntabel
4.1.4. TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS KEPENDUDUKAN DAN CATATAN SIPIL KOTA BAU-BAU
Menimbang bahwa sebagai tindak lanjut dari pelaksanaan Pasal 2 Ayat (4) Peraturan Daerah Kota Bau-Bau Nomor 2 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Daerah Kota Bau-Bau, maka dibentuklah peraturan Walikota Bau-Bau tentang Tugas Pokok dan Fungsi Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Bau-Bau. Adapun isi dari Tugas Pokok dan Fungsi tersebut adalah sebagaiberikut
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam keputusan ini, yang dimaksud dengan :
a. Daerah adalah Daerah Kota Bau-Bau ;
b. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Daerah Kota Bau-Bau ;
c. Walikota adalah Walikota Bau-Bau ;
d. Sekretaris Daerah adalah Sekretaris Daerah Kota Bau-Bau ;
e. Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil adalah Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Bau-Bau ;
f. Kepala Dinas adalah Kepala Dinas Kependudukan edan Catatan Sipil Kota Bau-Bau ;
g. Kelompok Jabatan Fungsional adalah Kelompok Jabatan Fungsional dilingkungan Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Bau-Bau;
BAB II
TUGAS POKOK DAN FUNGSI
Pasal 2
(1) Dinas Kependudukan dan Catan Sipil adalah merupakan unsur pelaksanan Pemerintah Daerah
(2) Dinas Kependudukan Catatan Sipil Kota Bau-Bau dipimpin oleh seorang Kepala Dinas yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Walikota melalui Sekretaris Daerah
Pasal 3
Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil mempunyai tugas melaksanakan kewenangan Otonomi Daerah dalam rangka pelaksanaan tugas Desentralisasi di bidang kependudukan dan Catatan Sipil;
Pasal 4
Untuk melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil mempunyai fungsi :
a. Pelaksanaan Urusan Ketata Usahaan.
b. Pelaksanaan urusan Bidang Kependudukan.
c. Pelaksanaan urusan Bidang Catatan Sipil.
d. Pembinaan terhadap kelompok jabatan funsional.
e. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Walikota sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya.
Bagian Pertama
Susunan Organisasi
Pasal 5
(1) Susunan Organisasi Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil terdiri atas :
a. Kepala Dinas;
b. Sekretariat ;
c. Bidang Bina Pendaftaran ;
d. Bidang Bina Pencatatan ;
e. Bidang Pengolahan Data dan Informasi ;
f. Kelompok Jabatan Fungsional ;
(2) Seretariat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipimpin oleh seorang Sekretaris berada dibawah dan bertanggungjawab kepada Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipl.
(3) Bidang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dipimpin oleh seorang Kepala Bidang yang berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil melalui Sekretaris.
Bagian Kedua
Sekretariat
Pasal 6
Sekretariat mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil dalam memberikan pelayanan administratif kepada seluruh satuan organisasi dalam lingkup Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil yang meliputi urusan Tata Usaha, Kepegawaian, Keuangan, Umum, Perlengkapan, Pengelolaan Urusan Rumah Tangga, Kehumasan, Protokol, melaksanakan Urusan Pendidikan dan Pelatihan, serta pelayanan administratif teknis fungsional
Pasal 7
Untuk menyelenggarakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal (6), Sekretariat mempunyai fungsi :
a. Pengkoordinasian penyusunan rencana kegiatan tahunan Badan Keluarga Berencana, Kependudukan dan Catatan Sipil ;
b. Pelaksanaan urusan umum dan perlengkapan ;
c. Pelaksanaan urusan kepegawaian, ketatalaksanaan dan hukum serta pelaksanaan urusan pendidikan dan pelatihan ;
d. Pengelolaan urusan keuangan, perbendaharaan dan penyusunan anggaran ;
e. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya ;
Pasal 8
(1) Sekretariat terdiri atas :
a. Sub Bagian Perencanaan;
b. Sub Bagian Umum dan Kepegawaian ;
c. Sub Bagian Keuangan
(2) Sub Bagian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dipimpin oleh seorang Kepala Sub Bagian yang berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Sekretaris.
Pasal 9
(1) Sub Bagian Perencanaan mempunyai tugas mengumpulkan bahan pedoman petunjuk teknis penyusunan rencana dan program, melaksanakan dan mengkoordinasikan penyelenggaraan penyusunan rencana dan program.
(2) Sub Bagian Umum dan Kepegawaian mempunyai tugas ketatausahaan, surat menyurat dan arsip, perlengkapan dan rumah tangga, serta melaksanakan urusan kehumasan dan protokol, urusan administrasi kepegawaian, ketatalaksanaan, mengumpulkan bahan dan pedoman peraturan perundang-undangan dan produk hukum serta melaksanakan urusan pendidikan dan pelatihan.
(3) Sub Bagian Keuangan mempunyai tugas mengumpulkan bahan pedoman petunjuk teknis penyusunan anggaran, administrasi keuangan Anggaran dan Perbendaharaan.
Bagian Ketiga
Bidang Bina Pendaftaran
Pasal 10
Bidang Bina Pendaftaran mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas Dinas dalam memberikan pelayanan pendaftaran penduduk, menyusun program dan melaporkan kegiatan pendaftaran penduduk serta pelaksanaan Mutasi dan Pengendalian penduduk.
Pasal 11
Untuk menyelengarakan tugas sebagaimana dimakusud pada Pasal 10, Bidang Bina Pendaftaran mempunyai fungsi :
a. Pelaksanaan pelayanan pendaftaran penduduk;
b. Pelaksanaan pendataan Identitas Penduduk;
c. Pelakasanaan pengendalian dan mutasi penduduk,
d. Pelaksanaan penyusunan laporan tentang jumlah penduduk
e. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Kepala Dinas sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya.
Pasal 12
(1) Bidang Bina Pendaftaran terdiri atas :
a. Seksi Indentitas Penduduk;
b. Seksi Mutasi dan Pengendalian Penduduk ;
(2) Seksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipimpin oleh seorang Kepala Seksi yang berada dibawah dan bertanggung jawab langsung kepada Kepala Bidang Bina Pendaftaran.
Pasal 13
(1) Seksi Identitas Penduduk mempunyai tugas melaksanakan tugas mengumpulkan bahan pedoman petunjuk teknis, menyusun rencanan kegiatan dan melakukan pembinaan, pemantauan, pelaporan serta pelaksanaan pelayanan pendaftaran penduduk;
(2) Seksi Mutasi dan Pengendalian Penduduk mempunyai tugas melaksanakan tugas mengumpulkan bahan pedoman petunjuk teknis, menyusun rencana kegiatan dan melakukan pembinaan, pemantauan, pelaporan serta pelaksanaan pelayanan mutasi dan pengendalian penduduk;
Bagian Keempat
Bidang Bina Pencatatan
Pasal 14
Bidang Bina Pencatatan mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas dinas dalam memberikan penyuluhan mengenai masalah pencacatan penduduk, pelayanan pencatatan penduduk, menyusun program dan melaporkan kegiatan pencatatan penduduk, pelayanan pencatatan dan penertiban terhadap kutipan akta kelahiran, kutipan akta kematian dutipan akta perkawinan bagi non muslim, penertiban kutipan akta perkawinan dan perceraian non muslim, penertiban terhadap kutipan pengangkatan anak serta pencatatan dan penertiban terhadap kutipan perubahan Nama.
Pasal 15
Untuk menyelenggarakan tugas sebagaimana dimakusud pada Pasal 14, Bidang Bina Pencatatan mempunyai fungsi :
a. Pelaksanaan pelayanan pencatatan dan penertiban terhadap kutipan akta kelahiran;
b. Pelaksanaan pencatatan dan penertiban terhadap kutipan akta kematian;
c. Pelaksanaan pencatatan dan penertiban terhadap kutipan akta perkawinan bagi non muslim;
d. Pelaksanaan pencatatan dan penertiban terhadap kutipan akta perceraian bagi non muslim;
e. melaksanaan pencatatan dan penertiban terhadap kutipan akta pengakuan anak atau pengesahan anak;
f. Melakukan pencacatan dan penerbitan terhadap kutipan pengangkatan anak ;
f. Melakukan pencatatan dan penerbitan terhadap kutipan perubahan nama ;
g. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Kepala Badan sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya.
Pasal 16
(1) Bidang Bina Pencatatan terdiri atas :
a. Seksi Pelayanan Akta ;
b. Seksi Perkawinan, Perceraian dan Pengangkatan Anak ;
(2) Seksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipimpin oleh seorang Kepala Seksi yang berada dibawah dan bertanggung jawab langsung kepada Kepala Bidang Bina Pencatatan.
Pasal 17
(1) Seksi Pelayanan Akta mempunyai tugas melaksanakan tugas mengumpulkan bahan pedoman petunjuk teknis, menyusun rencanan kegiatan dan melakukan pembinaan, pemantauan, pelaporan serta pelaksanaan pelayanan akta Kelahiran, kematian dan Perubahan nama;
(2) Seksi Perkawinan, Perceraian dan Pengangkatan Anak mempunyai tugas melaksanakan tugas mengumpulkan bahan pedoman petunjuk teknis, menyusun rencanan kegiatan dan melakukan pembinaan, pemantauan, pelaporan serta pelaksanaan pelayanan perkawinan perceraian dan pengangkatan anak;
Bagian Kelima
Bidang Pengolahan Data dan Informasi
Pasal 18
Bidang Pengolahan Data dan Informasi mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas Dinas dibidang pengumpulan, penyusunan dan Pengelolaan data Statistik , melaksanakan pembinaan tenaga teknis, melakukan monitoring, evaluasi dan pelaporan atas penyelenggaraan tugas dinas.
Pasal 19
Untuk menyelenggarakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, Bidang Penyusunan Rencana Program mempunyai fungsi :
a. Pelaksanaan pengumpulan, penyusunan dan pengelolaan data statistik kependudukan ;
b. Pelaksanaan dan pengkoordinasian dalam penyelenggaraan pengumpulan, penyusunan dan pengolahan data rencana program Dinas ;
c. Pelaksanaan penyelenggaraan monitoring, evaluasi dan pelaporan kependudukan dan catatan sipil;
d. Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh Kepala Dinas sesuai dengan tugas pokok dan funsinya..
Pasal 20
(1) Bidang Pengolahan data dan Informasi terdiri atas :
a. Seksi Pengolahan Data dan Statistik;
b. Seksi Monitoring, Evaluasi dan Pelaporan ;
(2) Seksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dipimpin oleh seorang Kepala Seksi yang berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Bidang Pengelolaan Data dan Informasi.
Pasal 21
(1) Seksi Pengumpulan dan Pengolahan Data mempunyai tugas mengumpulkan pedoman petunjuk teknis, pelaksanaan pengumpulan dan penyusunan data, mengkoordinasikan kegiatan pengembangan teknologi kependudukan dan Catatan sipil.
(2) Seksi Monitoring, Evaluasi dan Pelaporan mempunyai tugas mengumpulkan bahan pedoman petunjuk teknis, mengkoordinasikan pelaksanaan monitoring dan evaluasi serta penyusunan laporan terhadap pelaksanaan kegiatan di lingkungan dinas.
Bagian Kelima
Kelompok Jabatan Fungsional
Pasal 22
(1) Di Lingkungan Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil dapat dibentuk Kelompok Jabatan Fungsional sesuai kebutuhan berdasarkan peraturan nperundang-undangan yang berlaku.
(2) Kelompok Jabatan Fungsional terdiri atas sejumlah tenaga fungsional yang diatur dan ditetapkan beradasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(3) Kelompok Jabatan Fungsional dipimpin oleh seorang tenaga fungsional senior yang ditunjuk, berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Dinas.
(4) Jumlah Tenaga Fungsional ditentukan beradasarkan kebutuhan dan beban kerja beradasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(5) Jenis dan jenjang jabatan fungsional diatur berdasarkan beradasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
4.2. Hasil Penelitian dan Pembahasan
4.2.1. Implementasi Kebijakan Tentang Penyelenggaraan Administrasi Kependudukan dalam Meningkatkan Kualitas Pelayanan di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil
Pelayanan publik merupakan pilar dasar penyelenggaraan pemerintahan yang berbasis kerakyatan untuk mewujudkan pelayanan publik yang sesuai dengan koridor tata kelola pemerintahan yang baik (good governance). Agar dalam penyelenggaraan pelayanan publik dapat terlaksana dengan baik maka maka dalam pelayanan kepada masyarakat harus berdasarkan asas penyelenggaraan pelayanan publik guna tercapainya pelayanan maksimal hingga tercapainya sistim pemerintaha yang baik
Demikian pula dengan penyelenggaraan Implementasi kebijakan penyelenggaraan administrasi Kependudukan Dalam Meningkatkan Pelayanan KTP di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil guna terselenggaranya kebijakan yang baik dan sesuai dengan harapan masyarakat maka peneliti berlandaskan pada asas penyelenggaraan Pelayanan Publik, untuk dapat mengetahui kendala-kendala apa yang terjadi dalam penyelenggaraan kebijakan pelayanan administrasi kependudukan serta untuk mengetahui bagaimana Implementasi Kebijakan Pelayanan KTP Pada Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil.
Dengan demikian peneliti menghubungkan pelayanan publik di Dinas Kependudukan dan Catatan sipil dengan asas pelayanan publik antara lain
Kepastian Hukum adalah adanya peraturan Perundang-undangan yang menjamin terselenggaranya pelayanan publik sesuai dengan kebutuhan dan rasa keadilan masyarakat .
Berdasarkan pengematan peneliti dilapangan pelayanan pembuatan KTP di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Bau-Bau belum berjalan dengan optimal, hal ini dapat dilihat dalam prosedur pembuatan KTP sering kali terselesaikan dengan waktu yang relatif lama, hal ini disebabkan karena waktu penyelesaian KTP tidak secara jelas diatur dalam peraturan perundang-undangan namun berdasarkan hasil penelitian waktu penyelesaian KTP adalah seminggu mulai dari RT hingga KTP tersebut selesai di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil. Akibat dari belum jelasnya peraturan tentang waktu pelayanan KTP tersebut maka masyarakat merasa enggan untuk mengurus sendiri dan lebih mempergunakan jasa orang lain yang memiliki kedekatan dengan birokrasi
(Wawancara informan Inisial C 21 September 2009)
Saya sangat enggan mengurus KTP sendiri karna memakan waktunya cukup lama, disaat saya mengurus KTP cukup dengan memberi uang tip kepada teman yang kebetulan kerja di sini,, dan hasilnya cuman dua hari KTP tersebut sudah terselesaikan,
(Wawancara dengan Informan inisial BS 21 September 2009)
Menurut Informasi yang saya dengar pengurusan KTP paling lama satu minggu terhitung mulai dari proses awal pengurusan tapi sekarang saya sudah lebih dari 1 minggu namun KTP saya belum selesai, saya juga tidak tau apa penyebabnya
(Wawancara dengan Informan inisial AS 21 September 2009)
Saya sudah beberapa hari mengurus namun belum selesai juga KTP nya namun itu bukan masalah buat saya karna tempat tinggal saya tidak jauh dari sini dan tidak memakan biaya perjalanan, yang penting bagi saya bias mendapatkan KTP
Hal demikian bertolak belakang dengan pengurus KTP yang lain yang tidak memiliki akses kedekatan terhadap aparatur, mereka bisa menunggu cukup lama bahkan memakan waktu mingguan sampai KTP selesai
Akibat dari belum adanya peraturan Perundang-udangn yang mengatur waktu pembuatan KTP sebagian masyarakat yang tidak mampu atau tidak memiliki akses kedekatan terhadap aparatur pemerintah mereka sangat dirugika karena hak mereka untuk mendapatkan pelayanan yang tepat dan cepat sesuai prosedur menjadi lamban karena aparatur terlebih mengedepankan yang punya uang dan dekat dengan mereka
Transparasi atau keterbukaan adalah salah satu asas yang terdapat dalam penyelenggaraan pelayanan publik, bahwa setiap penerima pelayanan dapat dengan mudah mengakses dan memperoleh informasi mengenai pelayanan yang diinginkan. Menurut kamus besar bahasa Indonesia adalah hal yang terbuka atau hal yang tidak tertutupi.
(Wawancara informan, inisial C tanggal 21 September 2009)
Keterbukaan dalam pelayanan di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil dapat di Katakan cukup hal ini dapat dibuktikan dengan terbukanya petugas tentang kriteri pengurusan KTP hingga saya tidak kebingungan
(Wawancara informan, inisial AS tanggal 21 September 2009)
Petugas cukup transparansi yang dapat dilihat dari keterbukaan melayani, juga keterbukaan dalam menjelaskan persyaratan pengurusan KTP juga prosedurnya
(Wawancara informan, inisial SU tanggal 21 September 2009)
Pegawai Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil cukup terbuka hal ini dapat dibuktikan dengan pemberian kejelasan tentang kriteria pengurusan KTP. Kriterianya adalah sebagai berikut :
a. Berumur 17 Tahun
b. Punya Blanko Pengurusan KTP
c. Mempunyai Kartu Keluarga
d. Membawa surat pengentar dari RT/RW setempat
e. Terdaftar dalam Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil sebagai Warga Kota Bau-Bau
Asas Partisipatif, yaitu untuk mendorong peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan publik dengan memperhatikan aspirasi, kebutuhan dan harapan masyarakat.
(Wawancara informan, inisial SU tanggal 21 September 2009)
Menutur saya partisipatif yang dijalankan pegawai cukup tinggi
(Wawancara informan, inisial AS tanggal 21 September 2009)
tidak semua petugas perpartisipatif dalam bekerja, karena hanya beberapa atau sebagian yang terlihat sibuk dalam bekerja, sedangkan yang lain jika tidak sesuai dengan bidangnya, maka tidak akan mengambil bagian dalam pekerjaan dan lebih memilik duduk-duduk,
(Wawancara informan, inisial A tanggal 21 September 2009)
Menurut saya petugas cukup berpartisipatif karna petugas sangat memahami bidang tugasnya dan bekerja sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya masing-masing, adapun pegawai yang duduk-duduk santai itu mungkin karna tugasnya sudah selesai
Dengan demikian peneliti dapat mengambil kesimpulan bahwa asas partisipatif cukup maksimal meski adanya beberapa informan yang mengatakan bahwa tidak semua petugas berpartisipatif. Peneliti juga membenarkan adanya pegawai yang duduk santai namun pegawai tersebut sudah menyelesaikan pekerjaan dan tugas sesuai dengan bidangnya
Asas Akuntabilitas, bahwa proses penyelenggaraan pelayanan publik harus dapat dipertanggung jawabkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(Hasil wawancara informan, inisial SU 22 September 2009 )
Dalam pengurusan KTP Petugas terkadang tidak cermat dan teliti dalam pengetikan identitas pada KTP, terkadang kita mencantumkan jenis golongan darah pada blangko namun di dalam KTP, petugas memberi tanda garis datar pada golongan darah
(Hasil wawancara informan, inisial A 22 September 2009 )
KTP saya sudah tiga hari selesai namun saya kesini karena ada beberapa kesalahan yang ada dalam KTP saya karna adanya kesalahan ketik
(Hasil wawancara informan, inisial Y 22 September 2009 )
KTP saya ada sedikit kesalahan namun setelah saya kembali untuk memperbaikinya petugas sangat merespon dengan mengedepankan perbaikan KTP saya disbanding orang yang baru mengurus
Demikian pula berdasarkan pengematan peneliti di lapangan peneliti mengidentifikasi bahwa terkadang Pegawai tidak teliti dengan salah menuliskan nama kepada beberapa orang yang sedang mengurus KTP, baik itu karena kesalahan masyarakat yang tidak jelas menuliskan identitas, maupun petugas sendiri yang terkesan terburu-buru dalam bekerja namun petugas cukup bertanggung jawab dengan kesalahan-kesalahan yang ada dan dengan cepat mempertanggung jawabkan kesalahan-kesalahan dimaksud dengan cepat mengganti dan memperbaiki kesalahan identitas pada KTP masyarakat. Petugas mengakui kesalahan-kesalahan tertentu karna mungkin terlalu lelah karena kurangnya pegawai yang ada dan untuk menghindari banyaknya antrian dan tumpukan KTP aparatur harus bekerja dengan tepat sehingga kurang memperhatikan kesalahan-kesalahan yang ada .
Asas kepentingan umum, yaitu dalam pemberian pelayanan publik tidak boleh mengutamakan kepentingan pribadi dan atau golongan.
(Hasil wawancara informan, inisial SU 22 September 2009 )
saya merasakan kemanan dalam pengurusan karena tidak ada perasaan tertekan atau takut
(Hasil wawancara informan, inisial Y 22 September 2009 )
ketika saya datang dan ingin menanyakan sesuatu, pegawai dengan tangan terbuka melayani tanpa menunjukan wajah kesal atau dongkol hingga saya cukup merasa nyaman
(Hasil wawancara informan, inisial B 22 September 2009 )
Petugas cukup ramah karna disaat saya bertanya mereka menjawab sesuai apa yang aku tanyakan
Peneliti juga merasakan hal yang sama selama melakukan penelitian, karena masyarakat tidak merasa diacuhkan dan petugas menegur dengan ramah dan tidak terkesan dibuat-buat atau ada keterpaksaan sehingga peneliti menatakan bahwa Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil lebih mementingkan kepentingan umum sesuai dengan asas kebijakan publik antara lain asas Kepentingan umum
Asas profesionalisme, adalah aparat penyelenggara pelayanan harus memiliki kompetensi yang sesuai dengan bidang tugasnya.
(Wawancara informan, inisial A tanggal 21 September 2009)
Menurut saya petugas cukupprofesional karna petugas sangat memahami bidang tugasnya dan bekerja sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya masing-masing, adapun pegawai yang duduk-duduk santai itu mungkin karna tugasnya sudah selesai
(wawancara informan, Inisil JE tanggal 25 september 2009)
Informan berpendapat bahwa untuk tugas yang telah di emban, petugas cukup profesional dan cukup tulus dalam bekerja serta tanpa pamrih, hal ini dapat dilihat dari pembagian tugas yang sesuai Tugas Pokok dan Fungsinya hingga pekerjaan dapat diselesaikan dengan cepat.
Namun pendapat ini tidak sepenuhnya dibenarkan oleh semua informan karna ada yang mengatakan bahwa
(Wawancara informan, inisial S tanggal 21 September 2009)
keprofesionalan petugas itu bukan tanpa pamrih dan tulus, tetapi ada imbalannya, hingga sikap adil kadang tidak nampak karena yang memberi tip KTPnya dapat diselesaikan dengan cepat hingga petugas terkesan bertindak sewenang-wenang.
Berdasarkan hasil wawancara di atas peneliti mengatakan bahwa pagawai cukup profesioan meski masi ada informan yang mengatakan bahwa masi ada pegawai yang sedikit nakal meski itu cuman satu diatara pegawai yang ada karna bersasarka pengamatan sikap seperti itu sudah lama dihilangkan sesui intruksi kepala dinas
(wawancara informan, inisial SR tanggal 25 September 2009)
Setiap masyarakat yang berkunjung ke Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil, Jika terlihat kebingungan langsung disapa oleh petugas tentang maksud kedatangannya. Petugas juga terlihat tanpa pamrih dalam bekerja
(wawancara informan, inisial B tanggal 25 September 2009)
Sikap adil belum sepenuhnya dapat diterapkan, Contohnya TNI dan Orang yang ingin menikah didahulukan dibanding masyarakat yang lebih dulu mengurus KTP, karena alasan urgensi, kita kan sama-sama punya hak
(wawancara informan, inisial BC tanggal 25 September 2009)
Saya mengurus sama-sama dengan tetangga sebelah rumah tapi dia lebih cepat satu hari disbanding saya, setelah saya menanyakan kedia sebabnya ternyata karna dia ada keluarga disitu
Hal tersebut tentu bertentangan dengan asas penyelenggaraan peleyanan Publik yang menyangkut Asas kesamaan hak, yang menjelaskan bahwa dalam pemberian pelayanan publik tidak diskriminatif dalam arti tidak membedakan suku, ras, agama, golongan, gender, dan status ekonomi, begitu pula Asas keseimbangan hak dan kewajiban, adalah pemenuhan hak harus sebanding dengan kewajiban yang harus dilaksanakan, baik oleh pemberi maupun penerima pelayanan.
Asas efisiensi, bahwa yang menentukan tingkat keberhasilan penyelenggaraan pelayanan publik dengan memperhatikan kebutuhan pelayanan yang sederhana, cepat dan murah, tidak memberikan pembebanan pembiayaan kepada masyarakat secara tidak wajar sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Meskipun masih terdapat beberapa aparat yang menerima tip untuk kelancaran pengurusan KTP oleh masyarakat, terdapat juga beberapa masyarakat yang mengatakan petugas cukup efisien meski belum sepenuhnya optimal. Hal ini dilihat dari waktu pengurusan yang cukup cepat dibandingkan belum diterapkannya lembaga terpadu satu atap (LPTSA) dan sesuai standar-standar yang telah ditentukan. Peneliti juga melihat pekerjaan petugas sudah cukup efisien, karena dengan standar-standar yang telah ditentukan dan garis komando yang jelas maka pekerjaan dapat terselesaiakan dengan cepat
Asas efektifitas, adalah orientasi penyelenggaraan pelayanan publik untuk mencapai penyelenggaraan pelayanan publik yang tepat sasaran dan memenuhi kebutuhan masyarakat sebagai pengguna pelayanan publik sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(wawancara informan, inisial SR tanggal 25 September 2009)
Untuk efektifitas masyarakat petugas bekerja cukup efektif karena KTP tidak bertumpuk dan tidak memakan wak yang relatif lama sebagaimana masi ditangani oleh Satuan Organisasi sebelumnya,
(wawancara informan, inisial BC tanggal 25 September 2009)
petugas telah bekerja sesuai tugas pokok dan fungsinya hingga mereka memiliki tanggung jawab masing-masing dan tidak saling melempar pekerjaan
(wawancara informan, inisial SK tanggal 25 September 2009)
petugas memeng memberikan kejelasan tentang kriteria pengurusan KTP, dengan menempelkan pengumuman berisi persyaratan mengurus KTP
Dengan demikian dari hasil wawancara di atas peneliti manyimpulkan bahwa pelayanan administrasi Kartu Tanda Penduduk cukup efektif
Menurut informan asas Imparsial yang dijalankan pada Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil belum terlaksana hal ini dapat di identifikasi dari hasil penelitian yang ditemukan bahwa belum jelasnya waktu penyelesaian KTP dan tidak sesuainya prosedur penyelesaian pembuatan KTP sesuai ketetapan yang ada. Ini disebabkan karena kurangnya pedoman (aturan) bagi penyelenggara pelayanan publik. Tentu hal tersebut bertolak belakang dengan asas imparsial, yang menjelaskan tentang adanya pedoman dan arahan bagi penyelenggara pelayanan publik untuk bersikap netral, non diskriminasi dan tidak berpihak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Adapun penyebab belum optimalnya Implementasi Kebijakan Penyelenggaraan Administrasi Kependudukan Dalam Meningkatkan Pelayanan KTP itu dikarenakan oleh beberapa asas penyelenggaraan pelayanan publik yang belum maksimal dalam pelaksanaannya. Contohnya seperti Asas Kepstian Hukum, dimana dalam prosedur pembuatan KTP seringkali terselesaikan dengan waktu lama yang disebabkan karena waktu penyelesaian KTP tidak secara jelas diatur dalam peraturan perundang-undangan, yang secara tidak langsung pula bertolak belakang dengan asas imparsial yang menjelaskan tentang adanya pedoman dan arahan bagi penyelenggara pelayanan publik untuk bersikap netral, non diskriminasi dan tidak berpihak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku
Asas Partisipatif, dalam asas ini terdapat berbadaan pendapat antara beberapa informan yang menyatakan bahwa asas ini dijalankan cukup tinggi namun ternyata menurut beberapa informan lain mengatakan bahwa tidak semua petugas perpartisipatif dalam bekerja karena hanya beberapa atau sebagian yang terlihat sibuk dalam bekerja sehingga peneliti menyimpulkan bahwa asas ini belum cukup optimal pelaksanaannya
Demikian pula dengan Asas profesionalism, Asas kesamaan hak, Asas keseimbangan hak dan kewajiban berdasarkan hasil wawancara informan mengatakan belum maksimal dalam pelayanan karena masih ditemukannya petugas yang menerima uang tip dan beberapa masyarakat yang lebih jenderung mengandalkan akses kedekatan dengan pemerintah guna cepat terselesaikannya KTP sipengurus
Dari pembahasan diatas pula peneliti menarik kesimpulan bahwa petugas cukup efisien dalam melaksanakan tugasnya meski masih ada orang-orang tertentu yang menerima uang tip, hal ini dapat dilihat dari waktu pengurusan cukup cepat di bandingkan belum diterapkannya Lembaga Terpadu Satu Atap (LTSA)
4.2.2. Kendala yang di hadapi dalam Implementasi Kebijakan Tentang Penyelenggaraan Administrasi Kependudukan dalam Meningkatkan Kualitas Pelayanan di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil
Berdasarkan hasil obserfasi dan wawan cara yang dilakukan peneliti mengidentifikasi beberapa permasalahan dalam Implementasi Kebijakan Tentang Penyelenggaraan Administrasi Kependudukan dalam Meningkatkan Kualitas Pelayanan di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil yang dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor internal dan eksternal antara lain :
1. Faktor Internal
pelayanan Kurang responsif. Kondisi ini terjadi pada tingkatan unsur pelayanan, mulai pada tingkatan petugas pelayanan (front line) sampai dengan tingkatan penanggungjawab instansi. Respon terhadap berbagai keluhan, aspirasi, maupun harapan masyarakat seringkali lambat atau bahkan diabaikan sama sekali.
Peneliti membenarkan keadaan itu setelah melihat buktinya, namun setelah masyarakat mengeluhkan kesalahan-kesalahan yang ada, aparat cukup respon namun lambat dilaksanakan atau mungkin bahkan tidak dilaksanakan. Peneliti berpendapata demikian dikarenakan kaluhan-keluhan memeng sudah ada sebelum dilakukan penelitian ini namun hasil nya tetap masih terjadi kaesalahan yang sama seperti apa yang dirasakan beberpa responden yang di wawancarai sekarang, dengan demikian terjadinya kesalahan-kesalahan yang ada karna kurangnya responsive pada aparat birokrat dan kurang mendengar kelulah / saran dan aspirasi masyarakat
Kurang koordinasi. Berbagai unit pelayanan yang terkait satu dengan lainnya sangat kurang berkoordinasi karna disebabkan kurang sosialisasi tantang kebijakan penyelenggaran administrasi kependudukan dan akibatnya banyak masyarakat yang tidak mengetahui hak dan kewajibannya dalam penyelenggaraan administrasi pelayanan KTP ini,
Birokratis. Pelayanan (khususnya pelayanan perijinan) pada umumnya dilakukan dengan melalui proses yang terdiri dari berbagai level, sehingga menyebabkan penyelesaian pelayanan yang terlalu lama. Dalam kaitan dengan penyelesaian masalah pelayanan, kemungkinan staf pelayanan (front line staff) untuk dapat menyelesaikan masalah sangat kecil, dan dilain pihak kemungkinan masyarakat untuk bertemu dengan penanggungjawab pelayanan, dalam rangka menyelesaikan masalah yang terjadi ketika pelayanan diberikan, juga sangat sulit. Akibatnya, berbagai masalah pelayanan memerlukan waktu yang lama untuk diselesaikan.
Birokrasi yang kurang bertanggung jawab dimana masi ditemukannya pungutan-pungutan liar sangat berdampak terhadap proses pelayanan public yang mengakibatkan lamanya waktu penyelesaian KTP .
2. Faktor eksternal
Adapun factor eksternal yang mempengaruhi Implementasi Kebijakan Tentang Penyelenggaraan Administrasi Kependudukan dalam Meningkatkan Kualitas Pelayanan di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil adalah
a Konteks monopolistik, dalam hal ini karena tidak adanya kompetisi dari penyelenggara pelayanan publik non pemerintah, tidak ada dorongan yangkuat untuk meningkatkan jumlah, kualitas maupun pemerataan pelayanan tersebut oleh pemerintah
b Tekanan dari lingkungan, dimana faktor lingkungan amat mempengaruhi kinerja organisasi pelayanan dalam transaksi dan interaksinya antara lingkungan dengan organisasi public
c Budaya patrimonial, dimana budaya organisasi penyelenggara pelayanan publik di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil masih banyak terikat oleh tradisi-tradisi politik dan budaya masyarakat setempat yang seringkali tidak kondusif dan melanggar peraturan-peraturan yang telah ditentukan.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Sebagaimana dijelaskan di atas bahwa dalam penyelenggaraan pelayanan publik agar dalam penyelenggaraannya dapat terlaksanan dengan baik dan sesuai dengan harapan masyarakat maka dalam pelayanan kepada masyarakat harus berdasarkan atas asas penyelenggaraan pelayanan publik, dengan demikian peneliti dapat menarik kesimpulan bahwa
1. Implementasi Kebijakan Penyelenggaraan Administrasi Kependudukan Dalam Meningkatkan Pelayanan KTP di Dinas Kepenndudukan dan Catatan Sipil Kota Bau-Bau belum berjalan dengan optimal yang dipengaruhi oleh Asas penyelenggaraan pelayanan public yang dalam pengimplementasian asas pelayanan publik ini tidak sesuai dengan harapan masyarakat dimana dari hasil penelitian ada beberapa asas yang pengimplementasiannya belum dikatakan optimal.
2. Adapun kendala yang dihadapi dalam Implementasi Kebijakan Penyelenggaraan Administrasi Kependudukan Dalam Meningkatkan Pelayanan KTP di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Bau-Bau di pengeruhi oleh beberapa factor di antaranya yaitu itu factor internal dan aksternal, antara lain pelayanan Kurang responsive, Kurang koordinasi. Birokratis, Konteks monopolistik, Tekanan dari lingkungan, Budaya patrimonial,
B. SARAN
Bertolak dari Kesimpulan-kesimpulan yang dikemukakan di atas maka peneliti menyarankan agar :
1. Mengingat hasil penelitian ini menunjukan bahwa Implementasi Kebijakan Penyelenggaraan Administrasi Kependudukan Dalam Meningkatkan Pelayanan KTP belum optimal, maka kinerja Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil masih perlu ditingkatkan lagi khususnya yang berkaitan dengan Asas kepastian hukum, Asas Partisipatif, Asas profesionalism, Asas kesamaan hak, Asas keseimbangan hak dan kewajiban, , Asas imparsial
2. Mengingat banyaknya kendala-kendala yang terjadi pada proses penyelenggaraan Administrasi Kependudukan di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Bau-Bau maka untuk penyelesaiannya Dinas Kependudukan dan catatan Sipil perlu melakukan Peningkatkan keterlibatan masyarakat baik dalam perumusan kebijakan pelayanan publik, proses pelaksanaan pelayanan publik maupun dalam monitoring dan pengawasan pelaksanaan pelayanan publik, Adanya kesadaran perubahan sikap dan perilaku dari aparat birokrasi pelayanan public menuju model birokrasi yang lebih humanis, Adanya saling pengertian dan pemahaman bersama antara pihak aparat birokrasi pelayan publik dan masyarakat yang memerlukan pelayanan untuk mematuhi peraturan dan perundang-undangan yang berlaku khususnya dalam pelayanan publik.
3. Perlunya dilakukan penelitian yang sama bahkan lebih mendalam dimasa mendatang agar kualitas pelayanan di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Bau-Bau semakin meningkat
DAFTAR PUSTAKA
A. BUKU-BUKU
Ag Subarsono Drs,M.Si.,MA., 2005, Analisis Kebijakan Publik (Konsep,Teori,dan Aplikasi), Pustaka Pelajar, Yogyakarta
Islamy, M Irfan. 2001. Seri Policy Analysis. Malang: Program Pasca Sarjana Universitas Brawijaya, Malang
Mohamad, Ismail, 2002, Peningkatan Kualitas Pelayanan Aparatur Pemerintah Melalui Pengembangan Standar Pelayanan dan Indeks Kepuasan Masyarakat, Makalah, disampaikan dalam Rapat Koordinasi Pendayagunaan Aparatur Negara Tingkat Nasional Tahun 2002, yang diselenggarakan oleh Kantor Menteri PAN, pada tanggal 12 Februari 2002, Jakarta.
Putra, Fadilah (2001) Paradigma Kritis Dalam Studi Kebijakan Publik, Perubahan dan Inovasi Kebijakan Publik dan Ruang Partisipasi masyarakat Dalam Proses Kebijakan Publik. Pustaka Pelajar.
Solichin, Abdul Wahab, 2000, Analisis Kebijaksanaan dari Formulasi ke lmplementasi Kebijaksanaan Negara, Bumi Aksara, Jakarta.
B. SITUS REFERENSI
www. Bkp.go.id diakases pada tanggal 10 September
http/(storage.wartaegov.com/Regulasi/UU RI No. 32 Th 2004.) diakases pada tanggal 5 nopember
Ensiklopedia bebas, pelayanan public http//id.wilkipedia.org/wiki/pelayanan public diakases pada tanggal 5 nopember
Konsep dasar dalam memuaskan pelanggan “pelayanan public”. www.edukasi.com diakases pada tanggal 15 september
http://www.damandiri.or.id/file/suwandiunair.pdf diakases pada tanggal 10 September
http://www.materikuliah.cn/category/skripsi/ diakases pada tanggal 10 September
http://www.damandiri.or.id/detail.php?id=564 diakases pada tanggal 10 September
http://www.contohskripsitesis.com/backup/more_1.htm diakases pada tanggal 10 September
http://www.damandiri.or.id/detail.php?id=252 diakases pada tanggal 20 desember
http://www.akademik.unsri.ac.id/download/journal/files/brapub/7Budaya%20Birokrasi%20Pelayanan%20Publik-Agus%20Suryono.pdf di akses pada tanggal 10 september 2009
C. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik
Undang-Undang Rebublik Indonesia Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan
LAMPIRAN-LAMPIRAN
catatan??
1. alama email referensi tidak benar adanya begitu pula daftar pustaka( penulis sengaja merahasasiakannya )itu dikarenakan tulisan ini adalah hanya sebuah referensi dalam membuat skripsi dan juga mengajak pengunjung untuk lebih kreasi lagi dalam mencari referensi lain.?
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar